PR DEPOK - Pemerintah Tiongkok dilaporkan telah mengambil langkah secara resmi untuk melakukan konfirmasi kepada Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), hal tersebut terkait kematian seorang pria komunitas muslim Uighur yang diyakini keluarganya telah ditahan di kamp interniran Xinjiang sedari tahun 2017.
Berdasarkan informasi, lebih dari satu juta orang dari komunitas Uighur, dan Muslim Turki di wilayah paling barat Xinjiang diyakini telah ditahan di kamp-kamp sejaki tahun 2017 lalu.
Hal tersebut disinyalir telah dilakukan di bawah tindakan keras terhadap etnis minoritas yang menurut para ahli merupakan genosida budaya.
Baca Juga: Tagar The Simpsons Ramai di Twitter, Disebut Prediksi Kematian Donald Trump Usai Positif Covid-19
Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari The Guardian, Partai Komunis Tiongkok (PKC) dikabarkan telah berulang kali menolak permintaan badan-badan internasional untuk mengunjungi, dan menyelidiki wilayah tersebut secara independen, meskipun reaksi internasional semakin meningkat.
Hilangnya pria Uighur bernama Abdulghafur Hapiz terdaftar di Kelompok Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Penghilangan Paksa atau Tidak Disengaja (WGEID) pada April 2019 lalu, namun dikabarkan pemerintah Tiongkok tidak menanggapi pertanyaan resmi hingga bulan ini.
Kala itu benar-benar merespon, bahwa dalam sebuah dokumen, WGEID menerangkan bahwa pensiunan pengemudi dari Kashgar itu telah meninggal hampir dua tahun yang lalu, pada 3 November 2018 dikarenakan pneumonia parah dan tuberkulosis.
Menanggapi keterangan tersebut, Fatimah Abdulghafur selaku putri dari pria komunitas muslim Uighur tersebut menyatakan tidak percaya.
Baca Juga: Selain Subsidi Upah, Pemerintah Salurkan 4 Jenis Bantuan Berikut, Salah Satunya Berlaku Hingga 2021