Gusjur Presiden Republik Gelo Gelar Aksi Solidaritas George Floyd di Depan Gedung Sate

- 9 Juni 2020, 17:00 WIB
Gurjur tengah melakukan aksi solidaritas George Floyd di depan Gedung Sate Bandung
Gurjur tengah melakukan aksi solidaritas George Floyd di depan Gedung Sate Bandung /Istimewa/

PR DEPOK - George Flyod, warga kulit hitam Afrika-Amerika yang meninggal setelah dilututi oleh petugas polisi Derek Chauvin selama sembilan menit telah memicu gelombang aksi di negeri tersebut.

Bahkan, gelombang demonstrasi meluas hingga ke beberapa negara di dunia, termasuk di Indonesia.

Di Kota Bandung, aksi solidaritas untuk George Flyod dilakukan oleh seorang seniman yang bergelar Presiden Republik Gelo, Gusjur Mahesa alias Agus Priyanto.

Baca Juga: Aplikasi Sunting VivaVideo di HP Berbahaya

Agus yang aktif di teater dan sekaligus dosen Pendidikan Bahasa Indonesia di STKIP Siliwangi Cimahi itu menggelar aksi seorang diri di depan Gedung Sate Senin, 8 Juni 2020.

Dengan selembar karton bertuliskan 'No-Tramp, No-Racism. I Can't Breathe, Save George Flyod Save Palestina. I Love You," Gusjur melakukan aksi dengan berswafoto atau selfi.

Gusjur mengaku turut prihatin dan mengecam kejadian rasial yang kini memanas di Amerika itu.

Baca Juga: Petugas Dinas SDA Temukan Potongan Kaki Wanita Mengambang di Setu Pengarengan Depok

"Hari ini saya memilih aksi seorang diri, sebagai Presiden Republik Gelo, solidaritas dan kesadaran yang bermula dari individu. Saya menyasar kesadaran individu. Ini bagian dari pendidikan," ujarnya di lokasi.

"Kadang, demo yang bareng-bareng itu bisa saja diarahkan untuk kepentingan lain. Kesadaran individu itu penting," tambahnya.

Selain membawa selembar karton aspirasi, Gusjur beraksi dengan mengenakan jaket dipenuhi tempelan berbagai emblem.

Baca Juga: Disangka Hantu, Bule Bertahan Selama 6 Hari Setelah Jatuh ke Sumur di Bali

Ia juga membawa sejumlah penutup kepala, seperti kopiah, topi Jepang, wig, topi bertanduk khas Viking, ikat batik, dan lainnya.

Secara bergantian Gusjur mengenakan beragam penutup kepala tersebut. Gusjur mengatakan, hal itu merupakan simbol dari keberagaman.

"Gusti itu menciptakan manusia serta kebudayaan yang bermacam-macam. Semua itu indah dah harus dihargai. Saya mencintai masyarakat Amerika, tapi mengecam penindasan rasial," ujarnya.

Baca Juga: Simak 4 Panduan Kriteria Perjalanan Orang di Era New Normal

"Di Amerika rasisme dan perbudakan itu dari dulu. Bahkan hingga tahun 1960-an perbudakan masih saja terjadi," imbuhnya.

Gusjur memandang, yang sangat penting dan berharga itu adalah perdamaian. Dengan aksi tersebut, Gusjur berharap masyarakat dapat semakin memahami dan menghargai keberagaman.

Dengan begitu, penindasan dan kekejaman yang dilakukan oleh manusia terhadap manusia lain tidak menjadi-jadi.

Baca Juga: Perbaharui WhatsApp Anda, Kini Satu Akun Bisa Digunakan di Dua Smartphone

"Seperti nu gelo (orang gila), mereka mah damai. Tidak suka menindas atau bertikai," tuturnya.

Selagi aksi, Gusjur sesekali mengajak sejumlah orang yang berada di lokasi untuk berswafoto bersamanya.

Halaman:

Editor: Billy Mulya Putra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x