Lebih lanjut menurutnya influencer dalam kampanye tidak diperbolehkan, karena yang diperbolehkan untuk berkampanye hanya tim kampanye dan anggota partai politik yang mengusung pasangan calon presiden.
“Sepanjang yang saya tahu diluar tim kampanye dan diluar anggota partai politik itu dilarang. Misalnya seorang gubernur, bupati, wali kota itu dilarang berkampanye.
“Jadi misalnya gubernur Anies Baswedan, atau Ridwan Kamil itu dilarang karena mereka bukan berasal dari partai politik. Tapi Ganjar Pranowo (karena anggota parpol) diperbolehkan untuk kampanye asal ketika kampanye menjalani cuti diluar tanggungan,” kata Refly Harun.
Sementara itu, kata Refly untuk orang seperti Abu Janda atau tim relawan ini yang tiba-tiba kampanye secara gelap-gelapan, secara tata kelola pemerintahan yang baik sebenarnya tidak diperbolehkan.
“Tapi masalahnya adalah governance kita tidak ketat. Mereka (relawan) boleh menjadi peserta kampanye, tapi bukan orang yang berkampanye, dan itu harus dibedakan,” ujarnya.
Baca Juga: Aliansi Mahasiswa UGM Beri Jokowi ‘Penghargaan’, Rocky: Award Ini Akan Dicatat Sejarah, Sangat Mulia
Maka dari itu, jika merujuk pada tata kelola pemerintahan yang baik menurutnya untuk kasus Abu Janda soal bayaran untuk menjadi buzzer Jokowi ini sebenarnya soal serius yang harus diklarifikasi.
“Tapi ya sepertinya keinginan untuk melakukan klarifikasi itu tidak terlalu besar. Itu yang menjadi persoalan. Kalau uangnya dari kantong pribadi tidak boleh juga karena harus dihitung sebagai sumbangan dana kampanye, kalau dari TKN itu tidak boleh juga karena money politic, apalagi kalau dari negara itu sudah masuk ke korupsi karena penyalahgunaan keuangan negara,” kata Refly Harun.***