Dengan begitu, perspektif kajian pun cenderung bersifat sudut pandang maskulin.
Menurut Nasaruddin, perlu ada perluasan perspektif dari perempuan melalui pendekatan Alquran dan hadist sehingga menjadi proporsional.
"Dan nanti kita lihat hasilnya jika perempuan mengkaji Alquran dan Hadist, saat ini yang dominan menjadi pemimpin umat, ulama, penulis, kapasitasnya adalah laki-laki," tuturnya.
Nasaruddin menambahkan, laki-laki dan perempuan merupakan khalifah di muka bumi.
Oleh sebab itu, harus memiliki kesempatan yang setara dalam pengelolaan alam semesta.
"Tidak boleh pengelolaan menjadi over maskulin, tidak boleh over feminin. Keseimbangan maskulin dan feminin sangat kita perlukan," ucap dia.
Pada kesempatan itu, Nasaruddin juga membahas soal estafet keilmuan ulama besar Indonesia melalui Majelis Mudzakarah Masjid Istiqlal (M3I).
"Sudah saatnya kita ada 'takhassus' pengaderan ulama agar ada ulama dengan kapasitas seperti para pendahulu," ujarnya.