RJ Lino Ditahan Usai 5 Tahun Jadi Tersangka yang ‘Bebas’, Ferdinand: Kasus Terajaib dan Terjanggal di KPK

- 26 Maret 2021, 21:28 WIB
Ferdinand Hutahaean.
Ferdinand Hutahaean. /M Fikri Kurniawan/Antara

PR DEPOK - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II pada 15 Desember 2015.

KPK terakhir memeriksa RJ Lino pada 23 Januari 2020, namun saat itu ia masih belum ditahan.
 
KPK pun mengakui lamanya penyidikan RJ Lino sebagai utang perkara yang menjadi sorotan publik.
 
 
Penahanan terhadap RJ Lino lantas disoroti sejumlah pihak, salah satunya adalah mantan politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean.
 
Ferdinand memandang kasus RJ Lino merupakan kasus terjanggal yang pernah ada di KPK lantaran meski telah ditetapkan sebagai tersangka pada 2015, namun bisa “berkeliaran” dan tidak ditahan KPK.
 
Tanggapan tersebut disampaikan Ferdinand melalui akun Twitter pribadinya @FerdinandHaean3 pada Jumat, 26 Maret 2021.
 
 
Kasus ter ajaib dan terjanggal di @KPK_RI , entah apa dan siapa yg bs pengaruhi KPK soal Lino,” kata Ferdinand.
 
Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan RJ Lino selama 20 hari terhitung sejak 26 Maret 2021 sampai dengan 13 April 2021 di Rumah Tahanan Negara Klas I Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi.
 
Sebagai informasi, RJ Lino ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan tiga QCC dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.
 
 
Menurut KPK, pengadaan tiga unit QCC tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse).
 
Sehingga, menimbulkan in-efisiensi atau dengan kata lain pengadaan tiga unit QCC tersebut sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang dari RJ Lino selaku Dirut PT Pelindo II demi menguntungkan dirinya atau orang lain.
 
Lebih lanjut, berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menyatakan bahwa analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton.
 
 
Selain itu eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu terdapat potensi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya 3.625.922 dolar AS (sekitar Rp50,03 miliar) berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPKP atas Dugaan Penyimpangan Dalam Pengadaan 3 Unit QCC Di Lingkungan PT Pelindo II (Persero) Tahun 2010 Nomor: LHAI-244/D6.02/2011 Tanggal 18 Maret 2011.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x