PR DEPOK - Berkaitan dengan bencana alam di Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagian masyarakat mengandalkan toa atau alat pengeras suara dari sejumlah tempat ibadah dan lonceng sebagai alat komunikasi mitigasi bencana.
Fakta di lapangan tersebut disampaikan Hamid Atapuka (40), seorang warga Desa Lamahala, di pesisir Laut Selor, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, NTT.
Ia menjelaskan bahwa warga setempat tidak mengetahui perihal informasi prakiraan cuaca melalui telepon genggam guna langkah mitigasi bencana.
"Kita tidak tahu yang namanya informasi prakiraan cuaca dari telepon genggam. Biasanya kalau yang muslim ada pengumuman dari toa masjid. Kalau yang nasrani membunyikan lonceng di gereja. Itu saja," kata Hamid Atapuka 40 saat ditemui di Flores Timur, NTT pada Kamis 8 April 2021 sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.
Dalam komunikasi mitigasi bencana, di Desa Lamahala memiliki pengeras suara di Masjid Jami Al Maruf serta 14 surau di lingkungan warga. Sedangkan lonceng dibunyikan dari Gereja Kristus Raja, Waiwerang Kota.
Melalui pengeras suara di rumah-rumah ibadah tersebut, pengumuman terkait bencana disampaikan baik dalam bahasa Indonesia, maupun bahasa daerah.
Meski demikian, sebagian warga setempat ada pula yang mulai mempelajari informasi sistem peringatan dini yang disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) usai bencana alam yang terjadi seperti yang disampaikan Kartini (23), bidan yang bekerja di kantor Desa Lamahala, NTT.