Nilai Polemik Soal Kamus Sejarah Bukan Kekhilafan, Luqman: Pihak yang Sengaja Manipulatif Harus Ditemukan

- 22 April 2021, 21:55 WIB
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim. /Imam Budi Laksono/Antara
PR DEPOK - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Luqman Hakim menilai polemik hilangnya profil pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari dan KH Abdurrahman Wahid, dalam Kamus Sejarah Indonesia bukan lah suatu kekhilafan. 
 
Dia menduga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah disusupi oleh kekuatan pihak yang kontra NKRI dan ingin memecah belah bangsa Indonesia. 
 
Salah satu langkah yang mesti dilakukan adalah dengan mendiskriminasi kelompok-kelompok tertentu di masyarakat melalui penyusunan sejarah, dalam kasus ini yaitu kelompok NU. 
 
 
Maka dari itu, meski Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim telah meminta maaf pada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terkait polemik Kamus Sejarah tersebut. 
 
Namun ia berpendapat, harus ada langkah selanjutnya yang diambil Mendikbud Nadiem dengan mengevaluasi secara menyeluruh dokumen sejarah yang sudah diterbitkan oleh negara. 
 
Bahkan jika perlu, lanjut dia, Kemendikbud bisa menggandeng pihak yang berkompeten untuk meluruskan sejarah, termasuk menggandeng pihak PBNU.
 
 
"Kalau itu tidak dilakukan, kehadiran Nadiem Makarim ke PBNU sekedar upaya mencari suaka politik agar tidak dicopot oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi)," kata Luqman Hakim di Jakarta seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara pada Kamis, 22 April 2021.
 
Tak hanya kepada Kemendikbud, Luqman juga meminta pada Presiden Jokowi agar melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap Kemendikbud. 
 
Permintaan itu diajukan agar pemerintah bisa membersihkan kementerian tersebut dari kekuatan pihak yang hendak memecah belah bangsa. 
 
 
"Harus ditemukan pihak-pihak yang secara sengaja dan sistematis melakukan manipulasi dengan menghilangkan peran ulama dan organisasi Islam dalam sejarah bangsa. Tidak peduli siapa pun itu yang melakukan, dan kapan dilakukannya," ucapnya. 
 
Kemudian, permintaan maaf yang dilakukan Mendikbud Nadiem masih dinilai belum melegakan oleh Luqman, karena menurutnya keluarga NU kerap kali menjadi korban dari penyusunan sejarah yang manipulatif dan tak jujur. 
 
Salah satu contoh yang ia berikan adalah soal Resolusi Jihad NU pada 22 Oktober 1945 yang seolah disembunyikan. 
 
 
Resolusi tersebut berisi fatwa bahwa wajib hukumnya bagi setiap orang Islam berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan melawan penjajah yang kembali datang. 
 
"Namun, selama ini disembunyikan dari dokumen sejarah. Padahal itu adalah awal mulanya adanya pertempuran Surabaya yang melahirkan Hari Pahlawan 10 November," ujar politisi PKB tersebut.
 
Luqman juga meminta pada pemerintah agar masalah manipulasi Kamus Sejarah Indonesia ini dijadikan sebagai momentum untuk meninjau ulang seluruh naskah sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
 
Sebab menurutnya apabila proyek pelurusan sejarah dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh Presiden Jokowi, maka akan menjadi salah satu legacy yang begitu mulia.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x