Menkumham Sebut RKUHP Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden Bukan untuk Membatasi Kritik

- 10 Juni 2021, 19:00 WIB
Menkumham Yasonna Laoly.
Menkumham Yasonna Laoly. /Antara/HO-Kemenkumham/

PR DEPOK – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan bahwa pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden pada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bukan ditujukan untuk mencegah atau membatasi sejumlah kritik.

Namun RKUHP diciptakan dengan dasar setiap manusia mempunyai hak hukum untuk melindungi harkat dan martabatnya.

Menkumham Yasonna menuturkan bahwa pasal ini hadir sebagai bentuk penegasan batas yang harus diperhatikan sebagai masyarakat Indonesia yang beradab.

Baca Juga: Tak Setuju Pasal Penghinaan Presiden untuk Jaga Peradaban, Rizal Ramli: Jaga Kekuasaan Kali

Pernyataan ini dilontarkan Menkumham Yasonna ketika memberikan jawaban atas pertanyaan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada rapat kerja yang dilangsungkan di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 9 Juni 2021 kemarin.

“Kalau saya dihina orang, saya mempunyai hak secara hukum untuk harkat dan martabat. Bukan sebagai pejabat publik. Saya selalu mengatakan, kalau saya dikritik bahwa Menkumham tak becus, lapas, imigrasi, tidak masalah dengan saya,” ucap Yasonna dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari stus resmi Kemenkumham.

“Tapi kalau sekali menyerang harkat dan martabat saya, misalnya saya dikatakan anak haram jadah, enggak bisa itu,” ujarnya menambahkan.

Baca Juga: Said Didu Sebut Siapapun Presiden Setelah 2024 Akan Hadapi Persoalan Berat, Apa Itu?

Yasonna juga mengatakan bahwa kebebasan yang sebebas-bebasnya itu tidak dapat dikatakan sebagai kebebasan.

Halaman:

Editor: Yunita Amelia Rahma

Sumber: Kemenkumham


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x