Apalagi, pengenaan pajak pada sembako ini tentu akan sangat berdampak pada rakyat kelas menengah ke bawah atau kurang mampu.
Selain sisi keadilan sosial, lanjutnya, maka dari sisi konstitusi, kebijakan memberikan keringanan pajak pada sektor tertentu yang bukan kebutuhan seluruh rakyat dan mengganti kehilangan sumber fiskalnya dengan mengenakan PPN pada sektor yang justru merupakan kebutuhan hidup seluruh rakyat, maka kebijakan itu bisa dipandang bertentangan dengan norma konstitusi.
"Norma konstitusi tentang prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan serta keharusan menjaga keseimbangan kesatuan ekonomi nasional," katanya.
Oleh sebab itu, Arsul Sani mengingatkan pemerintah khususnya Kementerian Keuangan agar benar-benar melakukan kajian dari sisi dasar dan ideologi bernegara serta konstitusi negara.
Dia juga mengingatkan semua pihak wajib mencerminkan Pancasila dalam sikap pemerintahan yang nyata dengan tidak membuat kebijakan atau perundangan yang menabrak Pancasila dan konstitusi.
Baca Juga: Sinopsis Film Underworld: Cinta Terlarang Antara Klan Lycan dengan Vampir
Sebelumnya, ramai diberitakan rencana pemerintah akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sembilan bahan pokok atau sembako.
Hal tersebut tertuang dalam rencana revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Diketahui, sembako adalah obyek yang tidak dikenakan pajak, sebagaimana diatur Peraturan Menteri Keuangan 116/PMK.010/2017, yang berbunyi bahwa barang kebutuhan pokok itu adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, ubi-ubian, sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.***