Maka dari itu, meski acara tersebut merupakan agenda resmi, Bukhori Yusuf tetap menyayangkan prosesi pengukuhan tersebut dinodai oleh pesta pora yang mengabaikan protokol kesehatan dan sensitivitas publik.
“Menyaksikan mereka berpesta pora di atas penderitaan rakyat yang tengah sulit, sudah cukup melukai hati. Bagaimana mungkin mereka masih bisa berjingkrak-jingkrak kegirangan, sementara di tengah-tengah mereka ada rakyat yang kian terjepit lantaran tuntutan hidup yang semakin sulit,” ujarnya.
Pasalnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2021, NTT menempati posisi ketiga sebagai provinsi yang paling miskin di tingkat nasional setelah provinsi Papua dan Papua Barat dengan persentase kemiskinan 21,21 persen.
“Sepertinya kepekaan sosial menjadi barang yang sulit dimiliki oleh sebagian pemimpin di negeri ini,” ujarnya menambahkan.
Sebaliknya, anggota Komisi Sosial ini menilai semestinya acara tersebut itu bisa dimanfaatkan untuk penggalangan dana sosial demi meringankan beban masyarakat yang terdampak secara sosial dan ekonomi.
Jika hal itu dilakukan, besar kemungkinan pemerintah daerah NTT akan menuai pujian dari masyarakat, bahkan menjadi inspirasi bagi pemerintah daerah lainnya untuk melakukan hal serupa.
“Hanya karena ego sesaat, akhirnya berbuah kecaman. Pemerintah pusat harus memberikan peringatan tegas agar peristiwa ini tidak terulang. Namun di sisi lain, peringatan tegas ini sebenarnya akan lebih berarti apabila pemerintah pusat juga mampu memberikan teladan yang baik bagi pemerintah di level bawah dengan ucapan maupun perbuatannya"
"Insiden ini patut menjadi refleksi, bila pemerintah pusat gagal dalam memberikan contoh yang baik, maka bisa berpengaruh bagi pemerintah di level bawahnya,” ujarnya.