PR DEPOK - Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja telah disahkan oleh DPR pada Senin, 5 Oktober 2020 lalu.
Peraturan hukum yang telah menjadi Undang-undang (UU) tersebut mendapatkan banyak penolakan dari hampir seluruh elemen masyarakat Indonesia khususnya kaum buruh dan mahasiswa.
Penolakan tersebut menghasilkan aksi unjuk rasa yang digelar mulai dari Selasa, 6 Oktober hingga Kamis, 8 Oktober 2020 lalu.
Baca Juga: Tuding Perusakan Fasum oleh Kelompok Provokator, PPP: Pola Kericuhannya Sama dengan Pilpres 2019
Aksi demonstrasi tersebut terjadi pada sejumlah wilayah di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Palembang, dan Surabaya.
Selain itu, aksi demonstrasi juga terjadi di sejumlah wilayah lain seperti Sukabumi, Depok, dan Malang.
Sejumlah kepala daerah menyatakan tidak sepakat terhadap Omnibus Law Cipta Kerja menyusul gelombang demonstrasi pascadisahkan, dan memohon Presiden mencabut kembali.
Baca Juga: Peserta Aksi Demo Abaikan Protokol Kesehehatan, Doni Monardo Khawatir Tularkan Covid-19 ke Rumah
Setidaknya sudah lima Gubernur menyatakan penolakan yakni Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, dan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji.
"Saya menduga ada dua kemungkinan, pertama saya kira keberatan mereka (Gubernur, red) bisa dipahami karena banyak kewenangan daerah yang ditarik ke pusat, dan ini bertentangan dengan semangat disentralisasi otonomi daerah. Wajar kalau kemudian mereka bersikap kritis terhadap UU Cipta Kerja," kata Pakar politik dari Universitas Indonesia (UI), DR Ade Reza Hariyadi seperti dikutip oleh pikiranrakyat-depok.com dari RRI.