Baca Juga: Diduga Akibat Truk Alami Rem Blong, Kecelakaan Beruntun di Bogor Sebabkan 5 Orang Tewas, 7 Luka-luka
“Kedua, juga nyata telah terjadi penolakan baik saat masih RUU maupun setelah pengesahan UU Cipta Kerja, yang semakin meluas dari berbagai elemaen masyarakat. Secara umum kami menilai bahwa UU Cipta Kerja hanya mementingkan kelompok pengusaha dan merugikan rakyat,” kata Mirah sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari RRI.
Selain itu, menurut Mirah, pengesahan UU Cipta Kerja dilakukan secara terburu-buru dan terkesan dipaksakan.
Bahkan, lanjutnya, saat pengesahan, anggota DPR tidak menerima naskah UU Cipta Kerja yang disahkan.
Di sisi lain, proses penyusunan serta pengesahan uu tersebut, serta penolakan dari masyarakat telah menjadi sorotan dunia internasional.
Baca Juga: Program Stickering BBM Premium dan Solar Dicabut Setelah Terima Kritik Keras dari DPRD Aceh
Mirah mengatakan, akibat minimnya keterlibatan publik dalam penyusunan hingga pembahasan, membuat asosiasi pekerja internasional menyoroti UU Cipta Kerja.
Council of Global Unions yang terdiri dari International Trade Union Confederation (ITUC), UNI Global Union, IndustriAll, BWI, ITF, EI, IFJ, IUF, PSI selaku konfederasi dan federasi serikat pekerja tingkat dunia bersama federasi serikat pekerja internasional dan organisasi serikat pekerja dari berbagai negara, antara lain Japanese Trade Union Confederation (JTUC-Rengo), Central Autonoma de Trabajadores del Peru, FNV Netherlands, Memur-Sen Turky, juga sudah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo.
Inti surat tersebut, menurut Mirah, berisi seruan kepada Pemerintah Indonesia untuk mencabut UU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Ia menilai Omnibus Law menimbulkan ancaman bagi proses demokrasi serta menempatkan kepentingan dan tuntutan investor asing di atas kepentingan pekerja, komunitas, serta lingkungan.