PR DEPOK - Tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Momen ini merujuk pada tragedi Gerakan 30 September (G30S) yang terjadi 55 tahun lalu, yang menewaskan beberapa perwira tinggi Angkatan Darat, yang kemudian ditetapkan sebagai pahlawan revolusi.
Peristiwa ini menjadi titik awal terjadinya pembantaian massal terhadap mereka yang dituduh sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) atau simpatisan komunis.
Penetapan Hari Kesaktian Pancasila dimulai melalui Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat pada 17 September 1966. Saat itu, Menteri/Panglima AD yang menjabat sekaligus Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) adalah Soeharto.
Sosok ini nantinya akan mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno, menjadi presiden kedua RI, sekaligus mengakhiri era Orde Lama dan menggantinya dengan Orde Baru.
Pada 24 September 1966, Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian mengusulkan agar peringatan Hari Kesaktian Pancasila juga dilakukan oleh seluruh jajaran Angkatan Bersenjata.
Menanggapi usulan ini, Soeharto yang juga menjabat sebagai Menteri Utama Bidang Pertahanan dan Keamanan, mengeluarkan surat keputusan pada 29 September 1966 yang menetapkan bahwa Hari Kesaktian Pancasila diperingati oleh seluruh jajaran Angkatan Bersenjata dan diikuti oleh masyarakat.
Baca Juga: 15+ Link Twibbon Hari Kesaktian Pancasila 2024 dengan Desain Anyar
Namun, penetapan Hari Kesaktian Pancasila ini menimbulkan perdebatan. Asvi Warman Adam dalam bukunya Membongkar Manipulasi Sejarah: Kontroversi Pelaku dan Peristiwa (2009) mempertanyakan relevansi peristiwa 30 September 1965 dengan kesaktian Pancasila.
Dikutip laman sorosutankel.jogjakota. go.id, menurutnya, Gerakan 30 September merupakan upaya kudeta yang gagal, yang lebih disebabkan oleh kecerobohan strategi militer pelakunya, bukan karena kehebatan Pancasila.
Di masa Orde Baru, peringatan ini seakan menjadi seremonial wajib yang harus dihadiri oleh presiden, wakil presiden, serta ketua lembaga tinggi negara dan para menteri, meskipun secara tertulis tidak ada keharusan untuk itu. Hingga kini, peringatan ini masih tetap dilaksanakan, meskipun perdebatan tentang makna dan relevansinya terus berlangsung.
Baca Juga: Ungkap Harapan Pengamalan Pancasila oleh Generasi Muda, BNPT: Semua Sila Perintah Tuhan
Prosesi Hari Kesaktian Pancasila di Era Orde Baru
Pada masa Orde Baru, terdapat ritual pengibaran bendera untuk memperingati G30S dan Hari Kesaktian Pancasila. Pada 30 September, bendera dikibarkan setengah tiang sebagai tanda duka atas gugurnya beberapa perwira militer, diantaranya: Ahmad Yani, Soeprapto, M.T. Haryono, Siswondo Parman, D.I. Panjaitan, Sutoyo Siswomiharjo, serta Pierre Tendean. Keesokan harinya, 1 Oktober, bendera dinaikkan penuh sebagai simbol kemenangan ideologi Pancasila atas ancaman ideologi komunis.
Tradisi ini seolah dipaksakan untuk dilakukan oleh seluruh elemen bangsa. Namun, setelah Soeharto lengser dan Orde Baru runtuh pada era Reformasi 1998, prosesi ini mulai jarang diterapkan meskipun tidak sepenuhnya hilang.
Pembantaian Massal 1965-1966: Luka Sejarah yang Masih Terbuka
Selain tragedi terbunuhnya para perwira, pembantaian massal terhadap orang-orang yang diduga PKI atau simpatisan komunis juga terjadi pada periode 1965-1966. Jumlah korban pembantaian ini masih menjadi misteri hingga kini. Berdasarkan buku The Indonesian Killings of 1965-1966 (1990) karya Robert Cribb, Angkatan Bersenjata RI memperkirakan jumlah korban mencapai sekitar satu juta jiwa. Sedangkan menurut kesaksian para penyintas, seperti yang ditulis oleh Theodore Friend dalam Indonesian Destinies (2003), korban tewas bahkan diperkirakan mencapai dua juta orang.
Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa setidaknya setengah juta orang menjadi korban pembantaian, yang mana ini disebut sebagai tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Setelah Orde Baru runtuh, investigasi untuk mengungkap tragedi ini mulai dilakukan, meskipun menghadapi banyak hambatan.
Pada 23 Juli 2012, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan bahwa pembantaian orang-orang yang dituduh sebagai komunis tersebut merupakan pelanggaran HAM berat.
Baca Juga: 15 Link Twibbon Hari Lahir Pancasila 2024 dengan Desain Teranyar dan Keren, Download Gratis di Sini
Komnas HAM mengungkapkan bahwa terdapat sembilan pelanggaran HAM yang terjadi dalam tragedi ini, meliputi pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran/pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, pemerkosaan, penganiayaan, hingga penghilangan orang secara paksa.
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila menjadi pengingat atas sejarah kelam bangsa Indonesia. Bukan hanya tentang kegagalan kudeta G30S, tetapi juga tentang tragedi kemanusiaan yang terjadi setelahnya. Mengingat kembali peristiwa ini bukan hanya untuk memperingati, tetapi juga sebagai upaya untuk refleksi dan pembelajaran agar tragedi serupa tidak terulang kembali.***