Sikap Intoleran dan Paham Radikalisme Meningkat, Bamsoet Sebut Berpotensi Ancam Kemajemukan Bangsa

- 17 November 2020, 11:25 WIB
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet).
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet). /Instagram @bambang.soesatyo/
 
PR DEPOK - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan sikap intoleran yang masih ada di masyarakat bisa menjadi ancaman bagi kemajemukan bangsa.
 
Bamsoet mengatakan, sikap itu terlihat dari hasil survei nasional Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah tahun 2018.
 
Data tersebut mengindikasikan terdapat 63,07 persen guru yang memiliki opini intoleran pada pemeluk agama lain.
 
Menurut Bamsoet, penelitian kualitatif SETARA Institute pada 2019 di 10 kampus PTN, menemukan wacana dan gerakan keagamaan yang berpotensi mengancam Pancasila.
 
"Secara kualitatif, gejala radikalisme beragama juga menyasar aparatur sipil negara (ASN), tercermin dari pandangan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang mensinyalir ASN proradikalisme, atau bersikap anti terhadap Pancasila jumlahnya lebih dari 10 persen," kata Bamsoet.
 
Hal itu dikatakan Bamsoet dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Senin, dalam diskusi virtual Kebhinekaan dan Teater Toleransi Bangsa yang diselenggarakan Inisiator Perjuangan Ide Rakyat (INSPIRA).
 
Dia menjelaskan, survei terbaru di tahun 2020 oleh Wahid Institute mencatat bahwa sikap intoleran dan paham radikalisme mempunyai kecenderungan meningkat, dari 46 persen menjadi 54 persen.
 
Berbagai laporan tersebut, lanjut Bamsoet, mengirimkan pesan penting.
 
Sebagai tanda diperlukannya langkah-langkah konkret untuk menyelamatkan masa depan toleransi di tanah air.
 
"Toleransi harus menjadi kebutuhan, karena kebhinekaan adalah elemen pembentuk bangsa. Kebhinekaan bukan hanya fakta sosiologis yang hanya diterima sebagai sesuatu yang given, tetapi juga harus terus menerus diperjuangkan," ujarnya.
 
Dia menilai, ketidakmampuan mengelola kemajemukan mengakibatkan terjadinya berbagai gejolak radikalisme yang menggerus sikap toleran.
 
Menurut dia, munculnya sikap intoleran tidak lepas dari kealpaan seluruh elemen bangsa dalam menyemai sikap toleransi.
 
Hal itu dirasakan sejak awal reformasi dalam bentuk de-ideologisasi Pancasila, antara lain dengan dicabutnya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
 
Selain itu, dihapuskannya Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7).
 
"Terakhir, dilakukan juga penghapusan mata pelajaran Pancasila dari mata pelajaran pokok di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi,” tuturnya.
 
Oleh sebab itu, tambah dia, tak heran jika ada kelompok konservatif-eksklusif dengan mudah menginterupsi dunia pendidikan dan kelembagaan sosial-kemasyarakatan serta kelembagaan negara.
 
Semua itu mereka lakukan dengan paham, ideologi dan doktrin keagamaan eksklusif yang menebarkan ancaman terhadap negara Pancasila.
 
Lebih lanjut, MPR RI memiliki langkah awal dalam mengatasi berbagai persoalan tersebut.
 
Bamsoet mengatakan pihaknya telah mendorong pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional untuk mengembalikan mata pelajaran Pancasila sebagai pelajaran yang wajib diajarkan di semua jenjang pendidikan.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x