UU Ciptaker Bidang Perpajakan Diminta Tidak Diskriminatif, IKPI Beri Sejumlah Masukan terhadap RPP

- 22 November 2020, 13:13 WIB
Ilustrasi perhitungan pajak.
Ilustrasi perhitungan pajak. /Steve PB/Pixabay
 
PR DEPOK - Aturan pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja klaster kemudahan berusaha bidang perpajakan disarankan tidak bersifat diskriminatif.
 
Permintaan itu dimaksudkan bagi semua pihak termasuk para pelaku usaha di sektor UMKM hingga WNI yang tinggal di luar negeri.
 
Wakil Ketua Umum IKPI Ruston Tambunan menyampaikan, perlunya dimasukkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai penerapan tie breaker rule mengacu pada P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda) dengan negara mitra dalam hal terjadi kependudukan ganda.
 
 
Selain itu, menurut Ruston penerapannya sebaiknya dapat dilakukan secara self-assessment, tidak menunggu ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
 
“Perlu diatur secara tegas bahwa apabila seorang WNI telah memenuhi persyaratan untuk dikategorikan statusnya sebagai SPLN, maka perlakuan pemajakan atas penghasilan di Indonesia dipersamakan dengan SPLN WNA sesuai dengan prinsip nondiskriminatif,” kata Ruston seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara.
 
Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) juga menyampaikan sejumlah masukan terhadap Rancangan Peraturan Pelaksana (Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan) UU Ciptaker kaster kemudahan berusaha bidang perpajakan.
 
 
Terkait Pasal 111 UU Ciptaker mengenai perubahan beberapa ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), pasal 2 ayat (4) huruf c meenyebutkan persyaratan yang harus dipenuhi WNI.
 
Bagi WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dikategorikan sebagai Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) akan diatur dalam PMK.
 
Terkait pasal 4 ayat (1) huruf d tentang kriteria keahlian tertentu WNA-SPDN yang dikenai PPh hanya atas yang diterima atau diperoleh di Indonesia dan berlaku empat tahun sejak menjadi SPDN.
 
 
IKPI memberi masukan sebaiknya tenaga ahli tertentu WNA tersebut dibatasi pada keahlian yang nyata-nyata masih dibutuhkan di Indonesia, misalnya di bidang engineering dan IT tertentu.
 
“Keahlian khusus tersebut hendaknya dibuktikan dengan sertifikasi keahlian dari lembaga yang berwenang di negara asalnya, dan perlu adanya mekanisme kewajiban pelaporan semacam pembuktian bahwa transfer of skill tersebut benar-benar dilakukan dalam kurun waktu empat tahun,” tutur Ruston.
 
Selanjutnya, IKPI juga memberikan usulan pada pasal 4 ayat (3) huruf f angka 10 yang mengatur ketentuan tentang dividen dan penghasilan.
 
 
IPKI mengusulkan, sebaiknya dibedakan antara kriteria dan jangka waktu investasi untuk dividen yang diperoleh oleh WP Orang Pribadi dari dalam negeri dengan investasi atas dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah kena pajak dari BUT (Bentuk Usaha Tetap) di LN.
 
Sementara itu, Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama juga mengatakan, lahirnya UU Ciptaker klaster kemudahan berusaha di bidang perpajakan merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memperkuat perekonomian Indonesia.
 
Klaster tersebut menjadi upaya untuk mendorong investasi di tengah kondisi perlambatan ekonomi dunia agar dapat menyerap tenaga kerja seluas-luasnya.
 
 
Selain mendorong investasi dan menyerap tenaga kerja seluas-luasnya, Yoga mengatakan klaster tersebut diharapkan dapat mendorong kinerja penerimaan pajak.
 
“Kita perlu menjaga dan meningkatkan penerimaan pajak melalui peningkatan investasi, kepatuhan sukarela, kepastian hukum dan keadilan iklim berusaha,” ujar Yoga.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x