Teks Khutbah Jumat tentang Memaknai Perayaan Tahun Baru Islam sebagai Bentuk Intropeksi Diri

- 24 Juli 2022, 13:24 WIB
Ilustrasi. Simak teks khutbah Jumat yang singkat dan menyentuh hati tentang memaknai perayaan Tahun Baru Islam sebagai bentuk intropeksi diri.
Ilustrasi. Simak teks khutbah Jumat yang singkat dan menyentuh hati tentang memaknai perayaan Tahun Baru Islam sebagai bentuk intropeksi diri. /Pixabay/Makalu.

اللهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقْدِرُ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَاالْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي اْلأَخِرَةِ إِلاَّ مَتَاعٌ

“Dan mereka (orang-orang kafir) berbangga-bangga dengan kehidupan dunianya, padahal tidaklah kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, kecuali hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (Q.s. Ar-Ra’d: 26)

Baca Juga: Pemprov DKI Pertimbangkan Tes Usap di Citayam Fashion Week, Khawatir Jadi Penyumbang Peningkatan Covid-19

Khutbah ke-2

الْـحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَـمِيْنَ أَمَرَنَا بِاتِّبَاعِ صِرَاطِهِ الْـمُسْتَقِيْمِ وَنَهَانَا عَنِ اتِّبَاعِ سُبُلِ أَصْحَابِ الْجَحِيْمِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْـمَلِكُ الْبَرُّ الرَّحِيْمُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَلَّغَ اْلبَلاَغَ الْـمُبِيْنَ، وَقَالَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ تَلَقَّوْا عَنْهُ الدِّيْنَ وَبَلَّغُوْهُ لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Ketahuilah bahwa kemuliaan itu akan diraih manakala kaum muslimin bersungguh-sungguh dalam mengikuti agamanya. Namun ketika kaum muslimin lebih suka untuk mengikuti apa-apa yang bukan dari ajaran agamanya maka kehinaanlah yang akan menimpanya. Oleh karena itulah sejak masa pemerintahan Amirul Mukminin ‘Umar ibn Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu ditetapkan penanggalan yang diberlakukan untuk urusan kaum muslimin. Beliau menetapkan peristiwa hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai permulaan penanggalan Islam dan menjadikan bulan Muharram sebagai bulan yang pertama dalam penanggalan tersebut setelah bermusyawarah dengan para sahabat yang masih hidup di masanya. Sejak saat itu hingga masa-masa berikutnya, para salafush shalih menjadikannya sebagai penanggalan dalam seluruh urusannya dan meninggalkan untuk menggunakan penanggalan-penanggalan orang-orang kafir yang ada pada waktu itu. Oleh karena itu, sudah seharusnya pula bagi kita untuk mengikuti mereka dalam menggunakan penanggalan tersebut. Cukuplah bagi kita untuk mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menetapkan jumlah hari dalam setiap bulannya. Begitu pula sudah mencukupi bagi kita untuk mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menetapkan jumlah bulan dalam satu tahun dan mengikuti istilah yang ditetapkan dalam menggunakan nama bulan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّماَوَاتِ وَاْلأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram, itulah (ketetapan) agama yang lurus.” (Q.s. At-Taubah: 36)

Baca Juga: Sinopsis Drama Today's Webtoon yang Dibintangi Kim Sejeong dan Nam Yoon Su, Tayang 29 Juli Mendatang

Halaman:

Editor: Gracia Tanu Wijaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah