Akibat Emisi Gas Rumah Kaca, Es di Laut Arktik Mencair

9 Desember 2020, 10:36 WIB
ILUSTRASI Arktik./ /

PR DEPOK - Para ilmuwan di Amerika Serikat (AS) telah melaporkan bahwa transformasi cepat Arktik membuat tempat tersebut kini tidak terlalu beku, bahkan lebih panas serta berubah secara biologis.

Selain itu, suhu juga ikut melonjak dan menyebabkan es di tempat itu hilang karena terus menyusut.

Hal tersebut terjadi diakibatkan oleh kebakaran hutan selama setahun.

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Kopi dapat Mencegah dan Mengobati Covid-19

Menurut kartu laporan arktik tahunan yang dikeluarkan oleh National Ocean and Atmospheric Administration (NOAA), wilayah kutub utara planet mencatat periode 12 bulan terpanas kedua hingga September 2020 dengan suhu terhangat sejak 1900, semuanya sekarang terjadi dalam tujuh tahun terakhir.

Arktik dikabarkan memanas pada tingkat dua kali lipat dari rata-rata global akibat dari krisis iklim yang disebabkan oleh tindakan manusia.

beberapa tempat juga sangat panas pada tahun 2020, degan sebagian SIberia 9F (5C) di atas rata-rata jangka panjang pada paruh pertama tahun ini.

Baca Juga: Koordinator PBB di Indonesia Ungkap Kemitraan dan Solidaritas Global Kunci Hadapi Covid-19

Pada bulan Juni, kota Verkhoyansk di Siberia mencapai suhu 100.4 F, suhu terpanas yang pernah tercatat di utara Lingkaran Arktik.

Sementara itu, es di laut Arktik telah menyusut ke tingkat musim panas terendah kedua dalam catatan satelit 42 tahun pada tahun 2020 dengan hilangnya es dan gelombang panas laut menyebabkan terjadinya ledakan pertumbuhan tanaman laut dan perubahan perilaku paus kepala busur.

Kemudian di darat, kebakaran hutan yang dahsyat telah berdampak banyak pada sebagian wilayah di Kutub Utara dengan mencairnya lapisan es.

Baca Juga: Berikan Keamanan, Ribuan Personel Gabungan Diturunkan Jaga Fasilitas Penyimpanan Vaksin Covid-19

Hal itu juga mengubah sebagian wilayah Arktik menjadi hijau karena ditumbuhi oleh tumbuhan-tumbuhan.

"Ini adalah tahun perubahan yang luar biasa di Kutub Utara," kata Jennifer Francis, seorang ilmuwan senior di Pusat Penelitian Iklim Woodwell seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari The Guardian pada Rabu, 9 Desember 2020.

Sementara itu, menurut laporan tersebut lapisan es di Greenland yang luas juga telah kehilangan massa lagi pada tahun 2020, meski lebih lambat dari tahun lalu.

Baca Juga: FPI Bantah Anggotanya Bawa Senjata Api, Polda Metro Jaya Tegaskan Sudah Kumpulkan Bukti

Mencairnya gletser dunia terus menerus memicu kenaikan permukaan laut dan mengancam kota-kota pesisir dengan banjir.

Para ilmuwan telah memantau dengan cermat lapisan-lapisan es yang setara di Antartika untuk memastikan bagaimana perubahan besar yang tengah berlangsung akan berdampak pada lingkungan.

Di tahun yang penuh gejolak di Kutub Utara, para peneliti telah menyaksikan lapisan es utuh terakhir di Kanada runtuh setelah kehilangan lebih dari 40 persen areanya hanya dalam dua hari.

Baca Juga: Dukung Proses Investigasi Tewasnya 6 Laskar FPI, Sohibul Iman: Jangan Biarkan Gelap, Itu Tempat...

Sementara lapisan es yang mencair itu telah menyebabkan tumpahan minyak yang merusak di Rusia setelah tangki bahan bakar runtuh.

Peringatan ilmiah terbaru terkait perubahan arktik akan memberikan urgensi lebih lanjut dalam pembicaraan iklim internasional untuk memperingati ulang tahun kelima perjanjian iklim Paris.

"Arktik sedang dalam transisi dari keadaan yang didominasi beku menjadi iklim yang benar-benar berbeda karena emisi gas rumah kaca," imbuh Laura Landrum, seorang ilmuwan asosiasi di Pusat Nasional AS untuk Penelitian Iklim dan Laboratorium Dinamika Global.

Baca Juga: Sebut Insiden Tewasnya 6 Laskar FPI Bisa Dibongkar, Begini Penjelasan Fahri Hamzah

Dirinya juga mengatakan bahwa iklim Arktik akan berubah secara signifikan apabila masyarakat dunia tidak menurunkan tingkat emisi.

"Jika kita tidak menurunkan tingkat emisi, iklim Arktik akan berubah secara signifikan sehingga rekor es laut rendah pada tahun ini akan terlihat besar dan rekor suhu hangat akan tampak dingin dibandingkan dengan apa yang akan kita alami di masa depan," ucapnya menambahkan.

Seorang peneliti post doktoral di Colorado State University, Zack Labe mengatakan bahwa Arktik seolah berteriak meminta kita memperhatikannya.

Baca Juga: Turut Prihatin Atas Insiden Tewasnya 6 Laskar FPI, Fadli Zon: Semoga Mereka Jadi Ahli Surga

"Kecuali kita memperlambat pemanasan global secara sistematis dengan mengurangi emisi gas rumah kaca kita. Kemungkinan musim panas arktik tanpa es pertama kita akan terus meningkat. Perubahan iklim yang cepat di Kutub Utara ini akan terus berdampak pada seluruh sistem di Bumi," tutur Zack.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: The Guardian

Tags

Terkini

Terpopuler