Studi Baru: Antibodi Tak Efektif dengan Jumlah Mutasi Covid-19 Varian Omicron yang Tinggi

23 Januari 2022, 10:27 WIB
Ilustrasi Omicron yang membuat antibodi tak efektif. /Pixabay/Alexandra_Koch

PR DEPOK - Covid-19 varian Omicron yang dikenal sangat menular, memiliki sejumlah besar mutasi spesifik yang unik.

Menurut sebuah studi baru yang dilakukan University of Minnesota, jumlah mutasi Omicron yang tinggi telah membuat antibodi menjadi tak efektif di dalam tubuh manusia.

Karena itu, studi baru tersebut menyebutkan antibodi yang tak efektif itu menyebabkan tingkat infeksi Covid-19 varian Omicron menjadi tinggi.

Baca Juga: Klaim Pengesahan RUU IKN Tak Buru-buru, Gubernur Kaltim Sebut Wacananya Dilakukan Sejak Soekarno Memimpin

Tim peneliti mulai mengumpulkan data tentang mutasi yang ditemukan pada protein lonjakan (S-protein) dari varian Omicron.

Protein S mengacu pada struktur besar yang menonjol dari permukaan lapisan terluar virus, dan mereka paling sering dikaitkan dengan semua bentuk sel virus corona.

Tim peneliti menemukan jumlah mutasi yang belum pernah terjadi sebelumnya pada protein S Omicron.

Mereka menganalisis urutan virus yang tersedia bersama dengan data struktural pada protein lonjakan untuk memahami kemungkinan dampak dari jumlah mutasi yang tinggi pada pengikatan antibodi terhadap virus.

Baca Juga: Giring Nyanyi Bareng Warga Pinggiran JIS, Mustofa: Mau Teriak Seharian gak Bakal Anies Undang Cek Sound

Antibodi memungkinkan tubuh manusia untuk melawan virus yang masuk ke sistem, mencegah mereka memasuki sistem kekebalan.

Sementara sebelumnya dalam pandemi Covid-19 diperkirakan bahwa terinfeksi Covid-19, atau divaksinasi, akan memberikan antibodi yang cukup untuk mencegah infeksi ulang.

Namun, varian Omicron telah membuktikan sebaliknya, karena jumlah orang yang terinfeksi ulang dalam jumlah tinggi dan banyak yang terinfeksi meski sudah divaksinasi lengkap.

Baca Juga: Kisah 'Aquaman' Nyata, Pria Tonga Selamat dari Tsunami Usai Berenang Selama 28 Jam

Menggunakan urutan lengkap varian Omicron, tim peneliti mengidentifikasi total 46 mutasi tanda tangan dalam varian, 23 di antaranya benar-benar unik dan belum diidentifikasi dalam varian virus sebelumnya.

Dua mutasi pertama kali dicatat dalam varian Delta atau Delta Plus yang mendahului Omicron beberapa bulan.

Dari 46 mutasi yang ditemukan, 30 diidentifikasi dalam protein S sementara sisanya terletak di tempat lain di sel virus.

Setelah mengidentifikasi mutasi unik yang ditemukan pada varian Omicron, tim beralih untuk meneliti apakah mereka bertanggung jawab atas kurangnya respons antibodi terhadap varian tersebut.

Baca Juga: Dorce Gamalama Bongkar Jumlah Uang yang Diberikan Jokowi dan Megawati untuknya: karena Dikasih, Saya Terima

Menggunakan struktur S-protein yang sudah ada sebelumnya yang diambil dari Protein Data Bank.

Secara teoritis, protein tersebut akan akan mencegah pengikatan antibodi terhadap virus, mereka bekerja untuk menilai apakah mutasi Omicron akan memengaruhi protein S Covid-19 atau tidak, sehingga menghasilkan antibodi tidak efektif.

Melalui metode ini, tim menemukan bahwa mutasi spesifik menciptakan gangguan pada permukaan virus, mencegah antibodi untuk mengikatnya.

Sementara yang lain mengakibatkan hilangnya interaksi antara antibodi dan virus, sehingga membuat antibodi tidak efektif melawan virus yang sangat berbahaya. -varian bermutasi.

Baca Juga: 5 Lokasi Instagrammable Terbaru di Jakarta, Bisa Jadi Spot Foto dan Tempat Nongkrong Asyik Bareng Pacar

Studi ini menunjukkan bahwa vaksinasi yang sudah ada sebelumnya (baik dari vaksinasi atau infeksi sebelumnya) mungkin tidak lagi dapat memberikan perlindungan optimal terhadap varian Omicron, memungkinkannya untuk melewati antibodi dan masuk ke dalam sistem kekebalan.

Menurut seorang peneliti, tujuan antibodi adalah untuk mengenali virus dan menghentikan pengikatan, yang mencegah infeksi.

“Namun, kami menemukan banyak mutasi pada varian Omicron terletak tepat di tempat antibodi seharusnya mengikat, jadi kami menunjukkan bagaimana virus terus berevolusi sedemikian rupa sehingga berpotensi lolos atau menghindari antibodi yang ada, dan oleh karena itu. Terus menginfeksi begitu banyak orang," ungkap Singh dari penelitian tersebut.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: jpost

Tags

Terkini

Terpopuler