Ilmuwan Kirim Sinyal Peringatan, Jangan Berharap Omicron Menjadi Varian Terakhir dari Covid-19

14 Februari 2022, 17:10 WIB
Ilustrasi Omicron. /Pixabay/Alexandra_Koch

PR DEPOK - Dunia saat ini telah lelah dan tertatih-tatih karena virus corona atau Covid-19 yang telah menginvasi dunia selama dua tahun lebih sejak akhir Desember 2019.

Seolah tak ada habisnya, para ilmuwan mengirimkan sinyal peringatan terkait Covid-19, khususnya varian Omicron yang penyebarannya kini masif di seluruh dunia.

Para ilmuwan memperingatkan bahwa tak ada yang pasti kapan pandemi berakhir, juga jangan lengah apalagi berharap bahwa Omicron akan menjadi varian terakhir dari Covid-19 yang harus dilawan.

Baca Juga: Proyek Zinedine Zidane yang Ingin Datangkan Cristiano Ronaldo Ditentang Lionel Messi, Kenapa?

Di tengah gelombang besar infeksi ringan, negara-negara di seluruh dunia melakukan pembatasan untuk menekan laju penyebaran Covid-19 yang cepat.

Banyak orang mulai berasumsi bahwa mereka telah berurusan dengan Covid-19 dan bahwa pandemi sedang mereda.

Namun, krisis justru belum berakhir sampai semuanya berakhir.

Efeknya akan terus bergema di negara-negara kaya, seperti mengganggu rantai pasokan, rencana perjalanan, dan perawatan kesehatan karena virus corona sebagian besar menyerang negara-negara berkembang yang kurang divaksinasi selama beberapa bulan mendatang.

Baca Juga: Bahas Tambang Andesit Wadas, Andi Arief Singgung Sosok Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Ada Apa?

Sebelum semua itu, dunia harus melewati gelombang arus. Omicron mungkin tampak menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada jenis sebelumnya. 

Namun, Omicron diketahui sangat menular, mendorong jumlah kasus baru ke rekor yang dulu tak terbayangkan.

Sementara itu, bukti muncul bahwa varian tersebut mungkin tidak berbahaya seperti yang ditunjukkan oleh data awal.

Juga, tak ada jaminan bahwa mutasi berikutnya dari Covid-19 apakah akan lebih berbahaya seperti Delta dan risiko terkena Covid-19 mungkin semakin lebih nyata.

Baca Juga: Ririe Fairus Ungkap Didekati Berondong hingga Buka Suara Soal Restu Ayus Nikah dengan Nissa Sabyan

 

Para ilmuwan setuju bahwa terlalu dini untuk menganggap situasi pandemi yang sedang berlangsung ini terkendali. Sementara, dalam waktu enam bulan, banyak negara kaya akan melakukan transisi dari pandemi ke endemik.

Namun, menurut para ilmuwan, bukan berarti Covid-19 akan berakhir begitu saja. Akan selalu ada bekas luka, baik dari segi ekonomi atau politik pandemi, juga bayang-bayang long covid-.

 

"Ada banyak pembicaraan bahagia yang sejalan bahwa omicron adalah virus ringan dan berfungsi efektif sebagai vaksin hidup yang dilemahkan yang akan menciptakan kekebalan kawanan besar-besaran di seluruh dunia," kata Peter Hotez, dekan National School of Kedokteran Tropis di Baylor College of Medicine di Houston.

Baca Juga: 78 Kali PCR, Pria di Turki Tetap Dinyatakan Positif Covid-19 dan Jalani Isolasi Selama 14 Bulan Terakhir

Para ahli sekarang percaya bahwa virus tidak akan pernah hilang sepenuhnya, dan sebaliknya akan terus berkembang untuk menciptakan gelombang infeksi baru.

Mutasi mungkin terjadi setiap kali patogen bereplikasi, jadi lonjakan beban kasus membuat semua orang dalam bahaya.

Besarnya wabah saat ini berarti lebih banyak rawat inap, kematian, dan mutasi virus tidak dapat dihindari.

Banyak orang yang terinfeksi tidak masuk dalam statistik resmi, baik karena hasil tes di rumah tidak dicatat secara resmi atau karena orang yang terinfeksi tidak pernah dites sama sekali.

Baca Juga: Erwin Ramdani Siap Teruskan Kontribusi Positifnya Kepada Persib Bandung

Trevor Bedford, seorang ahli epidemiologi di Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle yang dikenal karena mendeteksi kasus Covid lebih awal dan melacak wabah secara global, memperkirakan bahwa hanya sekitar 20% hingga 25% infeksi omicron di AS yang dilaporkan.

Dengan kasus harian memuncak pada rata-rata lebih dari 800.000 pada pertengahan Januari, jumlah infeksi yang mendasari mungkin telah melebihi 3 juta sehari - atau hampir 1% dari populasi AS, perkiraan Bedford.

Karena butuh lima hingga 10 hari untuk pulih, sebanyak 10% orang di negara itu mungkin telah terinfeksi pada satu waktu.***

 

Editor: Nur Annisa

Sumber: Bloomberg

Tags

Terkini

Terpopuler