PR DEPOK - Peperangan dan konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina terus berlanjut. Serangan udara Rusia menggempur Ukraina di dekat kota Mariupol, pada Sabtu, 26 Februari 2022.
Adapun serangan udara Rusia itu menyebabkan sepuluh warga negara Yunani tewas dan enam warga lainnnya yang berada di Ukraina terluka.
Atas tewasnya warga Yunani tersebut, pihak Yunani menyampaikan protes secara verbal, dan memanggil duta besar Rusia ke Kementerian Luar Negeri Yunani.
"Sepuluh warga sipil tak bersalah asal Yunani tewas akibat serangan udara Rusia di dekat Mariupol. Setop pengeboman sekarang!" kata Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Twitter @PrimeministerGR.
Baca Juga: Sosok Volodymyr Zelensky, Mantan Komedian yang Tak Sengaja Jadi Presiden Ukraina
Serangan udara Rusia tersebut terjadi di pinggir desa Sartana dan Bugas. Menurut Kemlu Yunani, salah satu korbannya ialah anak-anak.
Serangan udara terhadap warga sipil dikecam oleh Kemlu, dan meminta Rusia segera menghentikan gempuran melalui udara dan hentikan serangan terhadap warga sipil.
Adapun dari sepuluh korban yang tewas usai serangan udara tersebut, empat diantaranya ekspatriat di Sartana.
Baca Juga: Korea Utara Disebut Telah Menembakan Proyektil Tak Dikenal di Tengah Invasi Rusia ke Ukraina
Sebelumnya, dilansir PikiranRakyat-Depok.com dari ANTARA, terdapat dua orang yang tewas di desa tersebut dan empat lainnya tewas di desa Bugas. Ada ribuan ekspatriat Yunani yang tinggal di Mariupol.
Di awal Februari, saat pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, Menteri Luar Negeri Yunani Nikos Dendias menekankan untuk perlunya melindungi komunitas ekspatriat Yunani di Ukraina.
Adapun pasukan Rusia di hari ketiga invasi, menggempur kota-kota di Ukraina dengan artileri dan rudal penjelajah, tetapi ibu kota Kiev masih berada dalam genggaman Ukraina.
Pihak Yunani menyampaikan bahwa siap menampung pengungsi Ukraina dan berkoordinasi dengan Uni Eropa.
"Seandainya harus menerima sejumlah orang, kami bersedia melakukannya. Biayanya akan ditanggung oleh Eropa, namun saat ini prioritasnya adalah dimensi kemanusiaan," kata Menteri Urusan Migrasi Notis Mitarachi.***