PR DEPOK – Cuaca panas akibat perubahan iklim menjadi salah satu kekhawatiran dari sejumlah ahli di tahun 2022.
Para ahli baru-baru ini memprediksi bahwa tahun 2022 akan menjadi salah satu tahun terpanas.
Ancaman cuaca panas pada 2022 ini lantas menjadi catatan dunia terkait perlunya mengatasi perubahan iklim.
Baca Juga: 1 Orang Warga Korea Selatan Lintasi Zona Demiliterisasi demi Membelot ke Utara
“Tercatat suhu rata-rata global diperkirakan sekitar 1,09 derajat celcius di atas tingkat pra-industri”, kata Kantor Met Inggris seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari The Straits Times.
Menurut mereka, cuaca panas tersebut akan menandai tahun kedelapan berturut-turut melebihi 1 derajat di atas periode pra-industri.
Sementara itu, menurut ilmuwan iklim, suhu global hanya akan terus meningkat tanpa pengurangan drastis emisi gas rumah kaca.
Hal ini menurut para ahli dapat menyebabkan fenomena cuaca seperti gelombang panas menjadi lebih sering.
Adapun situasi panas tersebut diprediksi akan menyebabkan lebih banyak kematian.
Tidak hanya itu, dampak dari suhu panas pada tahun 2022 juga akan merusak produksi pangan.
Berdasarkan hasil analisis perserikatan bangsa-bangsa (PBB), akibat cuaca panas maka hasil panen global bisa turun sekitar 30 persen karena perubahan iklim.
Baca Juga: Said Didu Kritik Yunarto Soal 'Tolnya Jokowi': Jalan Tol Bukan Milik Negara apalagi Jokowi, Jelas?
Sedangkan dampaknya pada permintaan pangan, diperkirakan akan melonjak 50 persen dalam beberapa dekade mendatang.
Mengenai suhu panas tahun 2022, pakar prediksi iklim dari Kantor Meteorologi Doug Smith menjelaskan bahwa serangkaian kenaikan suhu rata-rata sejak tahun 2015.
"Menutupi variasi suhu yang cukup besar di seluruh dunia," kata Doug Smith dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga: Bruno Cantanhede Siap Berikan Bobotoh Bahagia Selama Membela Persib Bandung
Lalu, ada lokasi-lokasi di dunia saat ini juga sudah mulai mengalami kenaikan suhu.
"Beberapa lokasi seperti Arktik telah menghangat beberapa derajat sejak masa pra-industri," kata Doug Smith.
Sebagai informasi, pembicaraan iklim PBB baru-baru ini di Glasgow mencoba menjaga prospek tetap hidup untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat celcius di atas periode pra-industri.
Pembicaraan tersebut berhasil mencapai beberapa kesepakatan tentang perdagangan metana dan karbon.
Meski demikian, harapan untuk pernyataan yang jelas untuk menghapus batubara secara bertahap pupus dengan janji yang dipermudah.
Lalu, Kantor Meteorologi mengatakan, suhu tahun depan akan sedikit ditekan karena pengaruh pola cuaca La Nina di Pasifik.
Baca Juga: Cassandra Angelie Terancam Hukum Maksimal 15 Tahun Penjara, Ternyata Segini Tarifnya Sekali Melayani
Sedangkan, musim dingin yang lebih dingin di wilayah tersebut dapat meningkatkan selera akan gas alam cair di Asia, pembeli bahan bakar terbesar di dunia.***