Dilabeli Kota Sehat, Ratusan hingga Ribuan Kasus DBD Terjadi di Depok

6 Februari 2020, 20:29 WIB
FOGGING jadi salah satu cara tekan angka wabah DBD di Depok yang cenderung naik sebelum tahun 2020.* /Foto Istimewa PR

PIKIRAN RAKYAT - Meski dinobatkan sebagai kota sehat sedari 2013 hingga 2019 oleh Kementerian Kesehatan, nyatanya tak membuat Kota Depok bersih dari kasus penyakit demam berdarah (DBD).

Tren kasus DBD, bahkan cenderung naik sebelum tahun 2020 dengan temuan kasus mencapai ratusan setiap tahunnya.

Dari data Dinkes Depok, tercatat ada 535 kasus DBD sepanjang 2017. Jumlah itu kemudian naik pada 2018 menjadi 892 kasus dan merenggut 1 korban jiwa.

Baca Juga: Kisah Singkat 8 Pemain Manchester United yang Tewas dalam Tragedi The Munich Disaster 6 Februari 1958 

Puncaknya pada tahun 2019, jumlah kasus DBD naik drastis hingga 2.200 kasus dan diperparah dengan temuan korban jiwa sebanyak 2 orang.

Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Depok, Roy Pengharapan menilai tingginya tren kasus DBD ditengarai karena belum maksimalnya kinerja dinas kesehatan (Dinkes) Depok.

Ada tiga hal yang luput dari cara Dinkes Depok menangani penyebaran penyakit DBD.

"Pertama, edukasi terhadap masyarakat belum maksimal. Kerja-kerja penyuluhan bahaya DBD tidak masif dan terkesan menggugurkan kewajiban saja," ucapnya saat ditanya oleh Pikiran-Rakyat.com.

Baca Juga: Bocah SD di Depok Terluka Setelah Gagalkan Pembegalan dengan Modus Dorong Motor 

Baik dokter dan tenaga kesehatan lain, kata Roy, seharusnya turun ke masyarakat secara konsisten mengedukasi apa itu DBD dan bagaimana cara pencegahannya.

"Sejauh ini, bergerak kalau sudah ditemukan kasus saja. Padahal, dari tahun ke tahun, jumlah kasus meningkat. Jadi, selama ini ngapain saja?," tanya Roy retoris.

Dia menambahkan, segala pedoman mencegah penyebaran DBD hanya berkutat pada teori. Dinkes tak sungguh-sungguh menerapkannya di lapangan.

"Seperti program 3 M--menguras, menutup, dan mendaur ulang barang bekas yang jadi sarang nyamuk--itu tak sampai ke warga karena minimnya edukasi yang sampai," tutur Roy.

Baca Juga: Bocah SD di Depok Terluka Setelah Gagalkan Pembegalan dengan Modus Dorong Motor 

Hal lain yang luput adalah kurang sigapnya petugas di fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit umum daerah dan Puskesmas dalam merespons lonjakan pasien, yang tak jarang dampaknya menelantarkan pasien.

"Seharusnya di RSUD ataupun Puskesmas disediakan unit khusus yang melayani pasien DBD. Jadi, tak ada lagi cerita yang seharusnya dirawat, malah terlantar dengan alasan ruangan penuh. Kan mereka bisa saja carikan alternatif rumah sakit dengan catatan diurusi betul hingga dapat," katanya.

Terkait dalam pencegahan, dia menyoroti mengapa fogging baru terlaksana usai ditemukannya kasus. "Tak perlu ada yang kena DBD dulu, baru ada fogging. Kan ada datanya mana saja daerah yang rawan. Maka di situlah fogging dilakukan," tutupnya.***

Editor: M Bayu Pratama

Tags

Terkini

Terpopuler