Hari Film Nasional 30 Maret: ‘Darah dan Doa’, Sejarah Film Pertama Indonesia

30 Maret 2023, 11:48 WIB
Peringatan Hari Film Nasional, 30 Maret. Simak sejarah film pertama di Indonesia, 'Darah dan Doa'. /Tangkapan Layar YouTube BPCB Provinsi Bali

PR DEPOK – Setiap tanggal 30 Maret diperingati sebagai Hari Film Nasional. Peringatan ini pertama kali dilakoni pada 30 Maret 1950, saat hari pertama pengambilan gambar dari Film ‘Darah dan Doa’ sekaligus film pertama yang diproduksi Perusahaan Film Indonesia (Perfini).

 

Tema Hari Film Nasional 2023

Hari Film Nasional ini telah diperingati selama 73 tahun, sejak tahun 1950. Beragam film Indonesia pun telah banyak muncul dan menorehkan prestasi gemilang.

Di Tahun 2023, Hari Film Nasional memiliki tema ‘Profilling Industri Film Indonesia Bercermin Pada Masa Lalu, Merencanakan Masa Depan”.

Baca Juga: Pamer Visual, 4 Rekomendasi Drama Korea yang Dibintangi Cha Eun Woo

Sejarah Hari Film Nasional

Pengambilan gambar pada film ‘Darah dan Doa’ itu dilakukan pada Kamis 30 Maret 1950, yang kemudian dijadikan rujukan bagi pemerintah Indonesia, menetapkannya sebagai Hari Film Nasional.

Film ‘Darah dan Doa’ yang menjadi awal sejarah Hari Film Nasional ini berdurasi selama 128 menit, dan pertama kali dirilis pada 1 September 1950.

Dikutip dari laman Lembaga SensorRepublik Indonesia, film bertema perang ini mengisahkan prajurit Divisi Siliwangi, yang dipimpin Kapten Sudarto (diperankan Del Juzar), perjalanan pulang dari Jogjakarta menuju Jawa Barat.

Baca Juga: BRI Liga 1 Bhayangkara FC vs RANS Nusantara: H2H, Prediksi Skor, Link Streaming Kamis, 30 Maret 2023

Film yang disutradarai oleh Usmar Ismail ini dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan khas Indonesia.

Dalam posternya memperlihatkan, Kapten Sudarto yang tengah menatap gadis berparas bule sambil tersenyum. Meski berlatar hitam putih, film ini cukup menyuguhkan aksi dan snei peran yang apik.

Menceritakan Kapten Sudarto dan kawan sejawatnya, Adam yang tidak hanya harus melawan penjajah Belanda, tetapi juga para pemberontak di daerah.

Dalam beberapa peristiwa, Kapten Sudarto, digambarkan sebagai seorang yang labil dalam mengambil keputusan. Kisah sedih juga ditunjukkan kala Darto kehilangan anaknya akibat revolusi.

Baca Juga: Info Loker BUMN Terbaru Maret-April 2023 dari PT Pelni Persero, Simak Kualifikasi dan Posisi yang Dicari

Alih-alih ditokohkan sebagai pahlawan, film ini justru fokus menyorot Sudarto sebagai manusia yang memiliki banyak kekurangan, termasuk pengalaman dikhianati.

Darto juga ternyata terlibat skandal perselingkungan dengan dua orang perempuan. Satu perempuan keturunan Jerman, dan lainnya seorang perawat. Padahal, saat itu Kapten Sudarto sudah memiliki istri.

Film ini diakhiri dengan Sudarto yang ditembat mati oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), organisasi yang ikut ditumpas olehnya pada pemberontakan di Madiun pada tahun 1948.

Meski sebelumnya, Sudarto menentang penumpasan di Madiun itu, lantaran baginya aksi itu adalah perang melawan bangsa sendiri.***

Editor: Tesya Imanisa

Sumber: lsf.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler