Polemik Persidangan Terdakwa Kerumunan Habib Rizieq, Rocky Gerung: Umpan dari Rezim Panik

- 24 Maret 2021, 19:55 WIB
Pengamat politik, Rocky Gerung.
Pengamat politik, Rocky Gerung. /Tangkapan layar YouTube Rocky Gerung Official.

PR DEPOK - Hingga kini, isu persidangan Habib Rizieq Shihab terus mengundang polemik.

Kasus yang menjeratnya ini berkaitan dengan kerumunan yang terjadi Petamburan dan Tebet, Jakarta.

Belum berhenti sampai di sini, sidang yang seharusnya dilaksanakan Selasa, 23 Maret 2021, siang itu, harus kembali diskors untuk membahas permohonan dari Habib Rizieq Shihab agar digelar secara offline (langsung).

Baca Juga: Polemik Impor Beras, Rocky Gerung: Bukan Masalah Gudang di Bulog, Tapi Gudang Politik

Menanggapi isu tersebut, pengamat politik dan akademisi, Rocky Gerung, turut menerangkan beberapa analisisnya sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari kanal YouTube Rocky Gerung Official, 24 Maret 2021.

Ia berpendapat bahwa kehadiran Habib Rizieq Shihab merupakan umpan dari rezim.

"Habib Rizieq ini akhirnya jadi semacam umpan untuk mengukur kedalaman politik Islam, untuk mengukur ketajaman analisis media, untuk mengukur potensi oposisi. Jadi, dia jadi umpan dari rezim yang panik sebetulnya. Rezim yang harusnya membaca politik dalam perspektif sejarah dan tahu bahwa politik Islam tidak mungkin membesar tanpa ada ketidakadilan sosial," ujar Rocky Gerung.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 24 Maret 2021, Al Khawatir karena Mama Rosa Masih Sedih dan Tak Kunjung Keluar Kamar

Dalam beberapa kesempatan Rocky Gerung mengkritik pemerintah yang tidak mempelajari sejarah dengan baik dan menilai persoalan ini sebagai "kontras moral" kepemimpinan.

"Jadi, pemerintah buta huruf terhadap sejarah, dan Habib Rizieq dijadikan umpan. Sialnya, Habib Rizieq berada dalam setting kultur politik yang mengalami defisit, jadi langsung terlihat kontras moral antara Habib Rizieq sebagai petagas rakyat, dan Jokowi sebagai petugas partai, jadi inilah medan perangnya," tuturnya Rocky.

Ia pun mempertanyakan kerumunan yang menjadi delik dalam persidangan HRS sekaligus membandingkan massa yang ditimbulkan Rizieq maupun Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan.

Baca Juga: Minta Aparat Kawal Sidang HRS, Dewi Tanjung: Batasi Pengacara 10 Orang, Pendukung 10 Orang, Sisanya Usir!

"Takut dengan massanya, kenapa massanya nggak bisa dikendalikan. Kenapa massa presiden bisa dikendalikan," ucapnya.

Pendiri Setara Institute dan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi itu pun menyoroti pengadilan yang menurutnya hendak menyesatkan Habib Rizieq Shihab.

"Ini adalah pengadilan sesat atau pengadilan yang hendak menyesatkan Habib Rizieq sebagai orang sesat. Padahal, problem kita adalah bukan siapa Habib Rizieq, tapi sebagai individu, dia harus diperlakukan sama dengan Jokowi sebagai individu, nggak ada soal di situ, mau kepala negara kek, kalau betul-betul melanggar aturan kerumunan, lakukan hal yang sama. Jadi, inilah yang disebut sebagai upaya untuk mengdiskreditkan sebuah kelompok yang di belakangnya ada simbol-simbol Islam," ujarnya.

Baca Juga: Jhoni Allen Akui sebagai Penyelamat Demokrat, Yan Harahap: Hampir Semua Kader se-RI Sebuat Dia 'Perusak' PD!

Pengamat politik tersebut mengkorelasikan persoalan Habib Rizieq ini dengan wacana tiga periode kekuasaan presiden.

"Kita tahu bahwa ada ambisi untuk memperpanjang kekuasaan 3 periode. Itu berarti jalan menuju 3 periode, dengan cara apapun, harus dibersihkan, Habib Rizieq dianggap pengganggu, Gatot Nurmantyo dianggap pengganggu, AHY dianggap pengganggu, segala macam itu. Jadi, problem ini sebetulnya satu paket dengan ketidakmampuan pemerintah untuk menghormati dan menyelenggarakan persaudaraan warga negara," tuturnya.

Ia kembali menjelaskan bahwa persoalan ini merupakan pertandingan moral antara Habib Rizieq dan Presiden Jokowi lantaran ada upaya untuk menjadikan eks pimpinan FPI itu sebagai musuh bersama.

Baca Juga: Terungkap! Jesse Lingard Sebut Gareth Southgate yang Sarankan untuk Pindah dari Man United dan Gabung West Ham

"Habib Rizieq akan dijadikan musuh abadi untuk konsolidasi kekuasaan. Hakim-hakim ini juga akan melihat bahwa ada pembusukan dalam kekuasaan. Lain kalau kekuasannya itu betul-betul sekuat-kuatnya diktator, hakim-hakim ini juga mulai menengok bahwa jangan-jangan kalau kekuasaan berhenti di tengah jalan, hakim-hakim ini menjadi korban. Jadi, hakim ini hati nuraninya, pelan-pelan sebetulnya, terbit bukan karena ada kesadaran moral hukum, tapi karena juga dia melakukan kalkulasi pragmatis. Jadi, mereka mesti balancing," tutur Rocky kepada Hersubeno Arief.

Berdasarkan analisis Rocky Gerung, pada dasarnya semua kembali pada permasalahan persaingan politik. 

"Tukar tambah moral tetap defisitnya ada di istana, karena istana berlimpah koruptor, yang secara moral sedang membusukan demokrasi, berlimpah kasak-kusuk politik, berlimpah ambisi politik, sementara Habib Rizieq nggak punya ambisi politik, dia hanya ingin mengembalikan keadilan," ucapnya.

Dia kembali menegaskan bahwa kondisi ini termasuk kontras moral antara dua kepemimpinan.

"Poinnya bukan pada soal kriminalisasi, tapi kontras moral antara pemimpin alternatif dan pemimpin petahana yang defisit juga moralnya. Habib Rizieq adalah bukti bahwa pemerintah melakukan rekayasa untuk divided nation, untuk membelah masyarakat," tuturnya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Rocky Gerung Official


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x