AS Minta Izin Daratkan Pesawat Pengawas di RI, Menlu: Kami tak Ingin Terjebak oleh Persaingan Ini

- 22 Oktober 2020, 22:59 WIB
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi.*
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi.* /Dok. Humas Kemenlu RI./

PR DEPOK - Indonesia dilaporkan telah menolak proposal dari Amerika Serikat (AS) pada tahun ini yang meminta izin pesawat pengawas maritim P-8 Poseidon mendarat dan mengisi bahan bakar di Tanah Air.

Penolakan yang dilakukan Indonesia itu disampaikan oleh empat pejabat senior Indonesia yang mengetahui permasalahan tersebut.

Seperti diketahui, AS saat ini tengah bersitegang dengan rival ekonomi terbesar mereka yakni Tiongkok.

Baca Juga: Rencana Digelar Mulai November, Pemkot Depok Jalani Simulasi Vaksinasi Didampingi Ahli Vaksin UI

Adapun yang membuat kedua negara saat ini tidak memiliki hubungan baik disebabkan oleh perdagangan hingga hingga sengketa yang terjadi di Laut China Selatan.

Oleh sebab itu, negara yang dipimpin oleh Donald Trump ini gencar melakukan pendekatan ke beberapa negara Asia Tenggara. Indonesia menjadi salah satu negara yang dituju guna memperkuat hubungan pertahanannya.

Terkait hal itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi turut memberikan komentarnya.

"Kami tidak ingin terjebak oleh persaingan ini. Indonesia ingin menunjukkan bahwa kami siap menjadi partner Anda," kata Retno Marsudi, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Reuters.

Baca Juga: Jadi Negara ke-3 dengan Pertumbuhan Populasi Internet Terbesar, Bamsoet Minta Warganet Tangkal Hoaks

Lebih lanjut, Menlu Retno mengatakan bahwa Indonesia tak ingin memihak dalam konflik dan khawatir dengan meningkatya ketegangan di antara Beijing dan Washington itu.

Upaya yang dilakukan AS maupun Tiongkok untuk mendapat pengaruh dari Asia Tenggara membuat Indonesia terkejut, lantaran Indoesia memiliki kebijakan luar negeri netral (non blok) yang sudah lama ada.

Negeri ini (Indonesia) tidak pernah mengizinkan terdapat militer asing yang beroperasi di wilayah teritorial mereka.

P-8 Poseidon memainkan peran sentral dalam mengawasi aktivitas militer Tiongkok di Laut China Selatan, yang sebagian besar diklaim oleh Tiongkok sebagai wilayah kedaulatannya.

Baca Juga: Ribuan Siswa di Cianjur Putus Sekolah, Disdik Sebut Penyebabnya Dipicu oleh Masalah Ekonomi Keluarga

Vietnam, Filipina, Brunei, dan Malaysia melakukan klaim tandingan atas perairan yang kaya akan sumber daya alam itu, yang mana merupakan wilayah yang dilalui perdagangan senilai 3 triliun dolar setiap tahunnya.

Indonesia juga bukan penuntut resmi wilayah tersebut, namun menganggap sebagian wilayah Laut China Selatan juga sebagai milik Indonesia.

Terlepas dari kedekatan strategis antara AS dan negara-negara Asia Tenggara dalam mengekang teritorial Tiongkok, Dino Patti Djalal, mantan duta besar (Dubes) Indonesia untuk AS, mengatakan kebijakan anti-Tiongkok yang sangat agresif dari AS telah membuat Indonesia dan kawasan itu ketakutan.

"Itu terlihat tidak pada tempatnya. Kami tidak ingin tertipu untuk melakukan kampanye anti-Tiongkok. Tentu saja kami mempertahankan kemerdekaan kami, tetapi ada keterlibatan ekonomi yang lebih dalam dan Tiongkok sekarang menjadi negara paling berpengaruh di dunia bagi Indonesia," katanya.

Baca Juga: PDAM Depok Akan Hentikan Pasokan Air Bersih Awal Pekan Depan Selama 24 Jam

Baru-baru ini, AS memang menggunakan pangkalan militer di Singapura, Malaysia, dan Filipina untuk mengoperasikan penerbangan P-8 Poseidon di atas Laut China Selatan.

Dilaporkan, Tiongkok pada tahun ini telah meningkatkan latihan militer. Sedangkan, AS meningkatkan tempo operasi navigasi, penyebaran kapal selam, dan penerbangan pengawasan.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah