Soal Pelibatan TNI Tangani Terorisme, Asrul Sani: Kita Harus Berhati-hati, agar...

- 28 Oktober 2020, 15:44 WIB
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Asrul Sani.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Asrul Sani. /Antara./

PR DEPOK - Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI mengharapkan pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menangani aksi terorisme dibahas secara teliti.

Seperti diketahui, pelibatan TNI dalam menangani aksi terorisme tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres).

Anggota Fraksi PPP, Arsul Sani berharap pelibatan TNI berjalan secara proporsional dalam pencegahan terorisme dan berada di bawah koordinasi BNPT.

 Baca Juga: Korea Indonesia Film Festival Mulai Dibuka Hari Ini, Berikut Line-up dan Jadwal Film KIFF 2020

“Intinya kita harus berhati-hati agar tidak memberikan cek kosong yang melanggar Undang-Undang,” ucap Asrul, Rabu 28 Oktober 2020, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari RRI.

Arsul menyebutkan bahwa politik-hukum Indonesia telah menetapkan terorisme dalam ranah tindak pidana yang berbasis pada sistem penegakan hukum pidana yang terintegrasi (integrated criminal justice system).

“Yaitu bukan sistem militer atau sistem keamanan internal (homeland security),” katanya menambahkan.

Sementara itu, Akademisi Program Studi Hubungan Internasional Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung berpendapat bahwa peran TNI dalam isu kontra-terorisme harus dibatasi.

Baca Juga: Risma Undang Pengusaha Bertemu Cawalkot Surabaya, Pengamat: Ada Indikasi Penyalahgunaan Wewenang 

“Kami di Papua punya pengalaman pahit dan menimbulkan trauma akibat tindakan aparat yang melewati batas. Kami mendukung dengan catatan perlu dibatasi, sebagai bantuan dan bukan kegiatan operasi yang permanen,” kata Marinus.

Menurut Marinus, pembahasan rancangan Perpres harus bersifat terbuka atas masukan dari berbagai pihak, termasuk dari masyarakat Papua. Pasalnya, operasi TNI yang ditetapkan dengan tidak berhati-hati akan menimbulkan masalah.

Masalah tersebut dapat muncul sebab doktrin TNI yang 'kill or to be killed' sangat berbeda dengan penegakan hukum oleh aparat kepolisian.

Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa mekanisme pelibatan harus berdasarkan tingkat ancaman yang melampaui kapasitas kepolisian (beyond police capacity).

Baca Juga: Agar tak Jadi Polemik, Gerindra Sarankan Joko Widodo Beli Sepeda Lipat Pemberian Daniel Mananta

Kemudian diputuskan oleh Presiden untuk menguatkan peran otoritas sipil, diatur dengan jelas batasan waktunya, dan ruang lingkup perbantuannya.

“Sehingga operasi TNI nantinya wajib melibatkan satuan organik lokal, karena berdasarkan pengalaman di Papua banyak kekerasan dilakukan oleh non-organik lokal karena mereka tidak mengerti pendekatan yang tepat di tengah masyarakat,” ujarnya.

Selain itu, Beni Sukadis selaku aktivis, peneliti, dan pendiri MARAPI Consulting-Advisory menuturkan perlunya pelibatan TNI guna melanjutkan konsistensinya dengan UU TNI.

“Serta tetap menjaga profesionalitas TNI, dan juga dengan pengawasan yang ketat,” kata Beni.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x