Meski Sektor Ekonomi di Jabar Terpukul Akibat Corona, Pemerintah Sebut Masih di Titik Aman

16 Mei 2020, 22:04 WIB
ILUSTRASI buruh, pekerja, pabrik.* /ADE MAMAD/PR/

PIKIRAN RAKYAT - Kepala Divisi Stabilisasi Ekonomi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Provinsi Jabar, Rahmat Taufik menyatakan sebagian besar industri terutama di kawasan Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan sekitarnya semakin tertekan dengan kondisi pandemi COVID-19 ini.

Menurutnya, tekanan ini sudah dimulai sejak akhir tahun 2019 akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang mengakibatkan tekanan kepada dunia industri menjadi ganda.

Hal itu, menurut Rahmat, karena sampai saat ini bahan baku yang diperoleh sebagian besar masih bergantung dari luar negeri, termasuk Tiongkok.

Ketika skala wabah meningkat, banyak pelabuhan di Tiongkok terpaksa ditutup yang menghambat proses produksi, termasuk bahan baku untuk alat pelindung diri (APD).

Baca Juga: Beda Pendapat Soal Obat Corona, Menteri Kesehatan Brasil Mengundurkan Diri di Tengah Gejolak Pandemi 

“Inilah juga yang mengakibatkan banyak PHK,” kata Rahmat melansir dari Humas Jabar pada Sabtu, 16 Mei 2020.

Rahmat mengatakan, Jabar memegang peran strategis dalam menopang perindustrian nasional. Sebanyak 20 persen pabrik manufaktur Indonesia ada di Jawa Barat dan hampir sebagian besar manufaktur ini tujuannya ekspor.

Selain industri manufaktur, pandemi juga berdampak pada pariwisata. Rahmat menjelaskan, Jabar juga merupakan daerah tujuan wisata.

Sementara ketika pandemi ini muncul di Indonesia, tempat wisata semua ditutup sehingga berbagai sektor terdorong juga untuk mundur seperti kuliner, perhotelan, dan tenaga kerja lain yang ada di pariwisata.

Baca Juga: Tiongkok Terus Gertak Taiwan, AS Siagakan Kapal Perang Dilengkapi Rudal Jelang Pelantikan Presiden 

"Ini berakibat ke daya beli masyarakat di Jawa Barat. Mengakibatkan juga pangan terhambat, karena pasar induk mengurangi omzetnya, karena pasokannya juga berkurang," ucapnya.

Dia menambahkan, kondisi ini membuat petani dan peternak kesulitan menjual komoditasnya karena tidak ada pembeli.

"Mei (seharusnya) puncaknya panen. Padi harusnya panen, peternak sudah menyiapkan pula untuk panen di bulan puasa dan lebaran, peternak kesulitan menjual," ujarnya.

Ironi terjadi karena di tingkat produksi harga jatuh tapi di tingkat konsumen harga tetap melambung tinggi. “Maka inflasi masih meninggi,” kata Rahmat.

Baca Juga: UPDATE Corona di Depok 16 Mei: Kasus ODP 0, 18 Orang Positif Usai Jalani PCR 

Untuk meminimalisasi dampak dari tertekannya berbagai sektor industri dan pertanian, Pemprov Jabar berkoordinasi dengan asosiasi pengusaha dan pemerintah kota kabupaten.

"Di sektor pangan kita masih melakukan berbagai koordinasi untuk penyerapan di sentra produksi, juga di berbagai pasar," katanya.

Sementara untuk masyarakat menengah/kecil, selain bansos dari pemerintah pusat, Pemprov Jabar bekerja sama dengan PT Pegadaian agar masyarakat tetap bertahan dan mengamankan asetnya.

Pemprov Jabar juga mengeluarkan Bantuan Tidak Terduga untuk menyerap produk APD yang dibuat oleh UKM.

"Ini membuat Jawa Barat juga daerah penghasil APD di masa pandemi ini, sekaligus sedikitnya menyelamatkan ekonomi,” kata Rahmat.***

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: Humas Jawa Barat

Tags

Terkini

Terpopuler