Cap Go Meh 2023: Simak Sejarah dan Asal-usul Cap Go Meh, Ternyata Berasal dari Dialek Hokkien

- 5 Februari 2023, 11:19 WIB
Ilustrasi perayaan Cap Go Meh 2023.
Ilustrasi perayaan Cap Go Meh 2023. /Pixabay/ CokeLifeCreative/

PR DEPOK - Setelah merayakan Tahun Baru Imlek pada 22 Januari 2023, umat Tionghoa kini memperingati perayaan Cap Go Meh.

Cap Go Meh diperingati di hari ke-15 setelah Tahun Baru Imlek. Cap Go Meh 2023 jatuh pada hari ini, Minggu, 5 Februari 2023.

Meski peringatan tersebut banyak dirayakan oleh umat Tionghoa di Indonesia, masih banyak masyarakat umum yang tidak mengetahui sejarah dan asal-usul Cap Go Meh.

Baca Juga: Waspada! BMKG Peringatkan Gelombang Tinggi 6 Meter Pada Wilayah di Perairan Ini

Asal-usul istilah Cap Go Meh ternyata berasal dari dialek Hokkien yang secara harfiah berarti 15 malam atau hari setelah Tahun Baru Imlek.

Sedangkan jika diartikan per kata, Cap artinya sepuluh, Go artinya lima, dan Meh artinya malam. Cap Go Meh ini merupakan hari penutup Tahun Baru Imlek.

Di Tiongkok, Festival Cap Go Meh dikenal sebagai Festival Yuanxiao atau Festival Shangyuan.

Cap Go Meh dirayakan sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Thai Yi ya dianggap sebagai dewa tertinggi di langit pada masa pemerintahan Dinasti Han (206 SM-221 M).

Baca Juga: Tes Ilusi Optik: Temukan Tomat yang Tersembunyi di Antara Buah Ceri

Festival Cap Go Meh identik dengan pelepasan lampion yang dilakukan pada malam hari. Ritual tersebut diyakini sebagai simbol melepaskan nasib buruk dan menyambut nasib baik di masa depan.

Untuk memperingati Cap Go Meh, umat Tionghoa datang ke kelenteng dengan membawa sesaji berupa kue keranjang khas Tionghoa dan berdoa sebagai rasa syukur dan memohon keselamatan.

Setelah itu acara berlanjut dengan menyaksikan atraksi Barongsai dan Liong pada sore hari, sesuatu yang identik dengan Cap Go Meh selain pelepasan lampion.

Saat Atraksi Barongsai berlangsung, wajib diikuti dengan menyalakan petasan. Hal itu karena petasan dipercaya dapat mengusir energi negatif dan akan membersihkan seluruh lokasi yang dilalui Barongsai.

Baca Juga: Info Festival Cap Go Meh 2023 Bogor: Titik Lokasi Parkir dan Rekayasa Lalu Lintas Jalan Suryakencana

Bagi umat Tionghoa, barongsai adalah simbol kebahagiaan, kegembiraan, dan kesejahteraan. Sedangkan Liong atau naga dianggap sebagai lambang kekuasaan atau kekuatan.

Menurut kepercayaan masyarakat Tionghoa, keluarga mereka akan diperpanjang jika anaknya lahir di Tahun Naga.

Setelah menyaksikan atraksi barongsai, pada malam harinya acara berlanjut dengan berkumpul bersama keluarga di rumah dan melepaskan lampion.

Baca Juga: Konser KPop Maret 2023: Ada NCT DREAM hingga TREASURE, Segini Harga Tiketnya

Pelepasan lampion juga dapat dilaksanakan di vihara dengan dipimpin oleh seorang biksu atau Xue Shi (Khonghucu). Di Indonesia, Cap Go Meh dirayakan di berbagai daerah salah satunya Singkawang.

Perayaan Cap Go Meh di Singkawang memiliki sejarahnya tersendiri. Menurut keterangan Sekretaris Majelis Agama Buddha Tri Dharma Indonesia (MAGABUTRI) Provinsi Kalimantan Barat Edhylius Sean, cikal bakal adanya ritual Cap Go Meh di Singkawang karena dulunya ada kisah wabah cacar air di salah satu daerah di Singkawang.

Para tabib atau sering disebut Tatung lantas melakukan suatu ritual untuk mengusir roh-roh jahat yang menggangu di kota tersebut.

Baca Juga: 5 Februari dalam Sejarah: Pelawak Film Bisu Charlie Chaplin Cikal Bakal Pendiri MGM

Setelah diadakan ritual, penyakit cacar air menghilang dan masyarakat mempercayai bahwal ritual tersebut berhasil dalam mengusir roh-roh jahat yang menimbulkan penyakit sehingga ritual tersebut dilakukan sampai sekarang.

Edhylius Sean menjelaskan, peringatan Cap Go Meh di Singkawang dilakukan dengan memanjatkan doa dan sembahyang. Selain itu ada pula ritual cuci jalan yang dilakukan oleh para Tatung.

Dalam ritual tersebut Para Tatung melakukan berbagai atraksi kekebalan tubuh dengan senjata yang diyakini dapat mengusir roh-roh jahat yang menggangu kota.

“Selain memanjatkan doa dan sembahyang, salah satu ritual dalam perayaan Cap Go Meh yakni ritual cuci jalan yang dilakukan oleh para Tatung yang menjadi daya tarik tradisi kearifan lokal. Dalam ritual tersebut, Para Tatung melakukan berbagai atraksi kekebalan tubuh dengan senjata yang diyakini dapat mengusir roh-roh jahat yang menggangu kota," terang Edhylius Sean dikutip dari Bimasbuddha.kemenag.***

Editor: Nur Annisa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x