PR DEPOK - Kondisi patah hati biasanya dapat menyebabkan seseorang menangis, bersedih bahkan mengalami gangguan kesehatan.
Saat patah hati, emosi negatif dapat meluap-luap dalam tubuh kita hingga terasa menyakitkan secara fisik, karena dipengaruhi hormon stres kortisol.
Selain itu, patah hati juga bisa meningkatkan adrenalin dan noradrenalin yang menyebabkan penurunan hormon bahagia serotonin dan oksitosin di tubuh.
Baca Juga: Tes IQ Ilusi Optik: Jenius Sekali jika Anda Temukan Pensil di Tumpukan Buku Ini dalam Waktu 15 Detik
Pakar kesehatan dr Deborah Lee mengatakan ketika seseorang mengalami putus cinta, maka kadar oksitosin dan dopamin orang tersebut akan mengalami penurunan.
Sedangkan di saat yang sama, peningkatan kadar salah satu hormon yang bertanggung jawab atas terjadinya stres adalah kortisol.
Kortisol yang meningkat bisa berkontribusi di kondisi tekanan darah tinggi, penambahan berat badan, jerawat, dan peningkatan kecemasan.
Mengalami penolakan sosial, putus dengan pasangan bisa juga mengaktifkan area otak yang menghubungkan rasa sakit di fisik.
Eric Ryden psikolog klinis mengatakan efek neurobiologis patah hati bisa disamakan dengan rasa sakit fisik.
Itu dibuktikan dengan gejala fisik seperti nyeri dada, serangan panik dan merasa terpukul.
“Patah hati sepertinya terhubung dengan beberapa saraf yang sama dengan rasa sakit fisik.” katanya.
Baca Juga: Tes Visual: Temukan 3 Perbedaan dari 2 Gambar dalam 22 Detik, Apakah Bisa?
Saraf simpatik dan parasimpatis yang biasanya diimbangi dengan satu sama lain, bisa diaktifkan selama patah hati.
Sistem saraf simpatik yang bertanggung jawab atas respon perlawanan rubuh, lalu mempercepat detak jantung dan pernapasan.
Sedangkan, Sistem saraf parasimpatis yang bertanggung jawab atas tubuh saat istirahat. Dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari ANTARA
Hormon yang dilepaskan saat mengalami patah hati akan mengaktifkan dua bagian syaraf ini.
Baca Juga: Tanggal 9 Februari 2023 Ada Hari Pers Nasional, Berikut Sejarah dan Link Twibbon Perayaannya
Otak dan jantung akan merespon dan menjadi bingung karena telah menerima sesuatu, yang membuat perasaan campur aduk.
“Hal ini bisa mengakibatkan gangguan aktivitas listrik jantung dengan variabilitas, detak jantung yang lebih rendah,” tambahnya.
Seseorang yang mengalami variabilitas detak jantung rendah, akan mengalami gejala kelelahan, kecemasan, depresi, dan kurang tidur.
Variabilitas detak jantung digunakan untuk menilai keadaan klinis pasien depresi. ***