Studi Terbaru, Ilmuwan Prancis Ungkap Virus Penyebab Covid-19 Bukan dari China

10 Oktober 2021, 15:20 WIB
Ilustrasi - Ilmuwan Prancis mengklaim virus penyebab Covid-19 bukan berasal dari China. /PIXABAY/Jarmoluk

PR DEPOK - Ilmuwan Prancis mengklaim bahwa virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, tidak berasal dari gua di provinsi Yunnan, China.

Sebelumnya, diketahui pada tahun lalu, sekelompok peneliti India menerbitkan sebuah artikel. Mereka menyarankan bahwa gua Mojiang di Yunnan bisa menjadi tempat kelahiran virus corona baru.

Pada saat itu di 2012, enam penambang menderita penyakit pernapasan parah setelah membersihkan gua dari kotoran kelelawar untuk menambang tembaga.

Baca Juga: 5 Pemain yang Layak Masuk Daftar 30 Besar Ballon d’Or, Salah Satunya Federico Chiesa

Tiga di antara para pria yang berusia 30 hingga 60 tahun itu dikabarkan meninggal karena penyakit tersebut

Pemeriksaan selanjutnya mengungkapkan bahwa para penambang terinfeksi virus corona, yang diberi nama RaTG13. Sampel virus dikumpulkan oleh Institut Virologi Wuhan.

Ilmuwan India mengungkapkan bahwa RaTG13 adalah kerabat dekat SARS-CoV-2. Namun, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Sputnik, rekan Prancis mereka telah mengklaim sebaliknya.

Baca Juga: Sinopsis Film Braven: Aksi Balas Dendam Seorang Anak Atas Kematian Ayahnya oleh Bos Gembong Narkoba

Menurut temuan awal penelitian Prancis, yang akan diterbitkan tahun depan, individu yang terinfeksi RaTG13 menunjukkan gejala yang sangat berbeda dari yang ditunjukkan oleh pasien Covid-19.

Mereka juga mempertanyakan alasan para dokter dan orang-orang yang berhubungan dekat dengan para penambang China tidak jatuh sakit.

Studi retrospektif dari laporan medis para penambang menunjukkan bahwa tidak seperti pasien Covid-19, mereka batuk darah dan berlendir.

Baca Juga: Akui Terjebak, Enzy Storia Pernah Jadi Penari Api di Sebuah Karnaval

CT scan menunjukkan bahwa para penambang tidak memiliki jaringan parut paru-paru yang terlihat pada banyak pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit.

"Kita bertanya-tanya mengapa virus yang membunuh lebih dari 5 juta dan menginfeksi lebih dari 200 juta dalam 18 bulan tidak menyebabkan penyakit apa pun dalam 7 tahun dari 2012 hingga 2019," tulis penelitian tersebut.

Bagaimana soal teori kebocoran laboratorium?

Baca Juga: Jelang Sidang Kasasi HRS, Musni Umar: Saya Doakan Hakim di MA yang Adili HRS

Pada awal pandemi, para ilmuwan menyatakan bahwa SARS-CoV-2 berasal dari kelelawar kemudian melompat ke hewan perantara yang kemungkinan besar trenggiling, sebelum kemudian menginfeksi manusia.

Namun, ketika pandemi berkembang, teori lain muncul dan menyatakan bahwa wabah dimulai karena kebocoran laboratorium di Kota Wuhan di China, tempat kasus pertama penyakit itu dilaporkan, atau bahwa penyakit itu buatan manusia.

Kedua hipotesis ditolak sebagai teori konspirasi liar, dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa "sangat tidak mungkin" bahwa Covid-19 adalah buatan manusia.

Baca Juga: Jelang Sidang Kasasi HRS, Musni Umar: Saya Doakan Hakim di MA yang Adili HRS

Namun, terjadi perubahan sikap terhadap skenario kebocoran laboratorium, yang dimulai setelah The Wall Street Journal (WSJ) mengutip dokumen yang sebelumnya tidak diungkapkan yang ditulis oleh komunitas intelijen AS.

Dalam laporan WSJ tersebut, dilaporkan bahwa karyawan Institut Virologi Wuhan mencari perawatan medis untuk penyakit yang mirip dengan Covid-19, tiga minggu sebelum otoritas China melaporkan kasus pertama.

Investigasi selanjutnya yang dilakukan oleh pemerintahan Biden menghasilkan laporan yang tidak meyakinkan, dengan para ahli terbagi atas pandemi dimulai karena limpahan dari alam atau bocor secara tidak sengaja.

Baca Juga: Arti Nama Kenzo Eldrago Wong, Anak Kedua Baim Wong dan Paula Verhoeven yang Baru Lahir

Penyelidikan menyatakan penyakit itu tidak dengan senjaga dikembangkan sebagai senjata biologis.

Para ilmuwan Prancis berpendapat bahwa temuan studi mereka membantah tuduhan sebelumnya tentang kebocoran laboratorium.

"Menolak teori tambang Mojiang meninggalkan narasi kebocoran laboratorium tanpa dukungan ilmiah apa pun sehingga menjadikannya hanya narasi berbasis opini," demikian bunyi penelitian tersebut.***

Editor: Yunita Amelia Rahma

Sumber: Sputnik

Tags

Terkini

Terpopuler