Prancis Bersiap untuk Kerusuhan di Malam Kelima, Warga: Miliki Warna Kulit Berbeda, Polisi Lebih Berbahaya

2 Juli 2023, 13:31 WIB
Ilustrasi kerusuhan. Kerusuhan di Prancis terus berlangsung dan pihak berwenang mempersiapkan diri untuk malam kelima, di mana warga sebut adanya rasisme. /Pixabay/ Abdul goni /

PR DEPOK - Puluhan ribu polisi telah dikerahkan untuk menghadapi kerusuhan di tiap kota di seluruh Prancis pada Sabtu malam waktu setempat. Para polisi yang sudah diterjunkan ini, sudah siap menghadapi kemungkinan kerusuhan di malam kelima, setelah pemakaman seorang remaja keturunan Afrika Utara, yang penembakannya dilakukan oleh seorang polisi, dan akhirnya memicu kerusuhan nasional di Prancis.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menunda kunjungan kenegaraannya ke Jerman, yang tadinya akan dilakukan pada Minffu, 02 Juli 2023. Saat ini, Macron sedang melakukan rapat kabinet untuk menangani krisis terburuk bagi kepemimpinannya, sejak protes "Yellow Vest" yang melumpuhkan sebagian besar Prancis pada akhir tahun 2018 lalu.

Saat ini, pemerintah Prancis telah mengerahkan sekitar 45.000 polisi lagi untuk berada di jalanan kota hingga Sabtu malam. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin, sekaligus mengatakan akan mengirim bala bantuan ke Lyon dan Marseille.

Menurut saksi mata, sekitar Sabtu sore kemarin, Polisi Prancis telah menembakkan gas air mata ke arah para perusuh di jalan raya utama Marseille, seperti dilansir PikiranRakyat-Depok.com dari Reuters.

Baca Juga: Suka Mie Ayam? Kunjungi 6 Mie Ayam di Banyuwangi dengan Rating Tinggi Ini

Sementara itu, di Paris, para Polisi Prancis mengusir para pengunjuk rasa dari Place de la Concorde dan meningkatkan keamanan di Jalan Champs Elysees, setelah adanya sebuah seruan di media sosial untuk berkumpul di jalan tersebut. Sebuah gambar di TV, menunjukkan fasad toko ditutupi dengan beberapa papan untuk mencegah potensi kerusakan yang dilakukan oleh perusuh.

Kementerian Dalam Negeri Prancis menyampaikan bahwa pada hari Jumat, ada 1.311 orang telah ditangkap oleh pihak berwenang. Data tersebut dibandingkan dengan 875 orang yang ditangkap pada malam sebelumnya, meskipun kerusuhan menggambarkan kekerasan yang terjadi disebut sebagai "intensitas lebih rendah".

Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire menyampaikan bahwa, lebih dari 700 toko, supermarket, restoran, dan cabang bank telah digeledah, dijarah, dan terkadang bahkan dibakar habis sejak kerusuhan dimulai pada hari Selasa, 25 Juli lalu.

Otoritas lokal atau pemerintah kota di seluruh negeri di Prancis telah mengumumkan larangan demonstrasi dan memerintahkan angkutan umum untuk berhenti beroperasi pada malam harinya.

Baca Juga: Twitter Kenapa Trending? Sempat Down Gegara Kebijakan Baru Elon Musk, Kini Tak Bisa Bebas Baca Cuitan

Nahel, adalah anak remaja berusia 17 tahun dari orang tua yang berasal dari Aljazair dan Maroko. Dia telah ditembak oleh seorang petugas polisi, saat berhenti di depan lalu lintas pada hari Selasa lalu, di Nanterre, pinggiran kota Paris, Prancis.

Ketika pemakamannya berlangsung, sekitar ratus orang berbaris untuk memasuki Masjid Agung Nanterre, yang dijaga oleh para sukarelawan berrompi kuning. Sementara itu, beberapa puluh orang menyaksikan pemakaman itu dari seberang jalan.

Beberapa pelayat yang hadir, menyilangkan tangannya sambil melakikan sholat jenazah dan, mengatakan "Allahu Akbar - Allah Maha Besar", saat mereka berbaris dalam shaf yang rapat di bulevar dengan doa yang dipanjatkan.

Marie, seorang penduduk di Nanterre yang berusia 60 tahun, mengatakan bahwa dia telah tinggal di wilayah itu selama 50 tahun, dan selalu ada masalah dengan polisi.

Baca Juga: Sinopsis dan Link Nonton King the Land Episode 5, Rating Drakor Yoona SNSD yang Naik Ke Level Tertinggi

"Ini benar-benar harus dihentikan. Pemerintah (Prancis) benar-benar terputus dari realitas kita," katanya.

Penembakan remaja tersebut, yang terekam dalam sebuah video yang tersebar beberapa waktu lalu, telah memicu keluhan lama dari komunitas perkotaan yang dianggap miskin dan memiliki campuran ras, tentang kekerasan dan rasisme yang dilakukan oleh pihak polisi.

"Jika Anda memiliki warna kulit yang berbeda (dari orang Prancis pada umumnya), polisi jauh lebih berbahaya bagi Anda," ujar seorang pemuda yang menolak disebutkan namanya dan mengatakan bahwa dia adalah seorang teman Nahel, remaja yang dibunuh oleh polisi Prancis.

Baca Juga: 6 Rekomendasi Warung Sate Nikmat dan Terenak di Banjarnegara, Catat Alamat Lengkapnya

Sebelumnya, menurut Jaksa Penuntut Hukum Nanterre, pada Kamis lalu mengatakan bahwa Nahel diketahui telah gagal mematuhi perintah penghentian lalu lintas dan secara ilegal mengendarai mobil sewaan, hingga akhirnga Polisi Prancis berniat menembak dan menghentikannya. Namun penembekkan itu mengakibatkan Nahel meninggal dan memicu kerusuhan yang terjadi hingga hari ini.

Macron membantah adanya rasisme yang terjadi secara sistematis di lembaga penegak hukum Prancis.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler