Jerapah, Mamalia Tertinggi yang Terancam Mengalami Kepunahan

2 Agustus 2023, 06:44 WIB
Menurut para ahli, saat ini hewan mamalia tertinggi yakni jerapah sedang terancam untuk mengalami kepunahan. /Wolfgang_Hasselmann/Pixabay

PR DEPOK - Mamalia tertinggi di dunia yaitu jerapah sedang menghadapi penurunan jumlah populasi yang signifikan dan terancam mengalami kepunahan. Namun, hal itu masih diabaikan oleh sebagian besar upaya konservasi.

Saat ini, jumlah jerapah yang ada di Afrika lebih sedikit daripada gajah atau gorila. Mamalia tertinggi di dunia ini, telah terdaftar sebagai spesies yang rentan akan kepunahan sejak tahun 2016. Bahkan, jerapah telah mengalami kepunahan di tujuh negara.

Namun hanya sedikit orang yang menyadari bahwa populasi jerapah sedang dalam kondisi yang berbahaya. Beberapa konservasi satwa liar telah mendapatkan momentum untuk melestarikan populasi jerapah, dengan advokat selebriti dan kampanye global yang telah dilakukan. Namun, perjuangan melakukan kampanye pelestarian jerapah gagal menonjol dan menarik perhatian dunia.

Untuk jerapah Masai, saat ini sedang dalam kondisi terancam mengalami kepunahan. Bahkan lebih berisiko daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Baca Juga: Australian Open 2023: Leo Rolly Carnando dan Daniel Marthin Melaju ke Babak Kedua

Menurut para peneliti dari Penn State University di Amerika Serikat, lembah yang membentang antara Kenya dan Tanzania yang merupakan wilayah subspesies telah terbagi menjadi dua kelompok jerapah yang belum mengalami perkawinan selama lebih dari 250.000 tahun. Jadi, dua jenis spesies terpisah yang sama-sama berisiko mengalami kepunahan.

Perkawinan silang di antara dua jenis jerapah tersebut sangat penting untuk dilakukan. Sebab, dapat meningkatkan keragaman genetik untuk melindungi populasi dari berbagai jenis penyakit.

Para peneliti juga menganalisis melalui data satelit beresolusi tinggi mengenai upaya untuk mengidentifikasi rute yang mungkin digunakan oleh jerapah untuk memanjat wilayah lembah yang terbentang antara Kenya dan Tanzania. Akan tetapi, para peneliti tidak menemukan laporan tentang jerapah yang melakukan upaya memanjat untuk bertemu dengan spesies lainnya.

Baca Juga: 5 Warung Sate di Magetan, Tersedia Sate Kambing dengan Cita Rasa Lezat

Douglas Cavener, ahli genetika dan ahli biologi evolusi di Penn State University, menjelaskan mengapa jerapah terancam mengalami kepunahan.

"Apa yang kita ketahui sekarang adalah bahwa 35.000 jerapah benar-benar terbelah menjadi dua, jadi mungkin Ada kurang dari 20.000 jerapah di kedua sisi lereng (lembah yang terbentang dari Kenya dan Tanzania)," kata Douglas Cavener dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari laman Africa News.

Douglas Cavener juga menjelaskan bahwa jumlah total jerapah Masai sangat kecil, bahkan International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah menyatakan jerapah Masai sebagai species yang terancam mengalami kepunahan.

Baca Juga: 7 Rekomendasi Mie Ayam di Sidoarjo, Terenak dan Bikin Balik Lagi

"Yang lebih memprihatinkan dan mengkhawatirkan adalah, karena populasi (jerapah Masai) menjadi sangat kecil, maka itu meningkatkan kemungkinan bahwa individu yang sangat dekat satu sama lain akan berkembang biak dengan yang lain dan itu dapat menyebabkan apa yang disebut sebagai depresi perkawinan sedarah dan itu dapat masuk ke dalam siklus perkawinan sedarah dan spesies itu (jerapah Masai) bisa benar-benar runtuh (punah)," ucap Douglas Cavener menjelaskan.

Lembah Great Rift yang terbentang dari Kenya dan Tanzania mencegah jerapah bertukar materi genetik. Wilayah yang terpisah tersebut, bukan satu-satunya tantangan yang para jerapah hadapi.

Populasi jerapah telah menurun selama tiga dekade terakhir dari 70.000 menjadi 35.000 individu di alam liar. Sehingga menyebabkan jerapah masuk sebagai klasifikasi spesies yang terancam punah oleh IUCN.

Baca Juga: Rekomendasi Bakso Enak di Majenang, Cilacap yang Rasanya Menggoyang Lidah

Direktur Eksekutif dari Elephant Neighbours Centre, Jim Justus Nyamu, menyampaikan bahwa beberapa jerapah terlihat di taman seperti Tsavo dan Amboseli, di mana taman telah kehilangan tutupan pohon, sehingga jerapah pindah ke area pemukiman.

"Mereka (jerapah) pindah, mereka sebenarnya berada di tanah masyarakat, sehingga konflik terus meningkat (antara jerapah dan masyarakat)," kata Jim Justus Nyamu dikutip PikiranRakyat-Depok.com.

Kondisi jerapah yang memiliki jumlah sedikit membuat para konservasionis mengkampanyekan larangan perburuan mamalia tertinggi itu.

"Saya tahu bahwa peraturan dan kebijakan mengenai jerapah belum diklasifikasikan sebagai spesies yang terancam punah (oleh pemerintah). Jadi, sudah saatnya pembuat kebijakan (pemerintah) membuat kebijakan satwa liar sesegera mungkin untuk menempatkan hewan-hewan itu (jerapah) di sana (klasifikasi terancam punah)," kata Jim Justus Nyamu selaku Direktur Eksekutif Elephant Neighbours Centre.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Africa News

Tags

Terkini

Terpopuler