Satelit Buktikan Ribuan Masjid di Xinjiang Hancur, ASPI: Upaya Paksa Hilangkan Budaya Muslim Uighur

26 September 2020, 16:02 WIB
Salah satu masjid di Xinjiang. /Reuters.

PR DEPOK – Sebuah laporan mengenai penindasan Tiongkok terhadap minoritas muslim melaporkan bahwa ada ribuan masjid di Xinjiang dirusak atau selama tiga tahun terakhir.

Hilangnya ribuan masjid di wilayah Xinjiang ini, membuat jumlahnya berkisar di angka paling sedikit sejak Revolusi Kebudayaan.

Pengurangan jumlah masjid ini terungkap dalam proyek data ekspansif oleh Australian Strategic Policy Institute (ASPI), yang menggunakan citra satelit dan pelaporan di lapangan.

Penelusuran ini dilakukan untuk memetakan pembangunan kamp konsentrasi yang ekstensif dan berkelanjutan, serta memetakan perusakan situs budaya dan agama di utara bagian barat.

Baca Juga: Hubungan dengan Tiongkok Semakin Memanas, PM Australia Minta PBB Telusuri Asal Usul Virus Corona

Terkait jumlah masjid, Thinktank mengatakan bahwa pemerintah Tiongkok mengklaim terdapat lebih dari 24.000 masjid di Xinjiang dan berkomitmen untuk melindungi dan menghormati keyakinan agama di wilayah tersebut.

Akan tetapi, klaim yang disampaikan oleh pemerintah Tiongkok itu tidak sesuai dengan temuan Thinktank, yang memperkirakan hanya sekitar kurang dari 15.000 masjid yang masih berdiri di Xinjiang.

Thinktank juga mengatakan bahwa lebih dari setengah jumlah masjid di Xinjiang telah dirusak.

“Ini adalah angka terendah sejak Revolusi Kebudayaan,” ujar laporan tersebut seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari The Guardian.

Baca Juga: Tsunami Setinggi 20 Meter Ancam Laut Selatan Pulau Jawa, Pakar Sarankan 3 Langkah Mitigasi Bencana

Sementara itu, masih dalam laporan yang sama ditemukan sekitar dua pertiga masjid di daerah tersebut mengalami kerusakan.

Sementara sekitar 50 persen situs budaya yang dilindungi telah dihancurkan, termasuk penghancuran total Ordam Mazar (tempat suci), situs kuno ziarah yang telah ada sejak abad ke-10.

Terhitung sejak 2017, sekira 30 persen dari masjid di Xinjiang telah dihancurkan, 30 persen lainnya mengalami kerusakan dan perubahan, termasuk penghapusan fitur arsitektur seperti menara atau kubah.

Laporan dari organisasi Thinktank juga mengatakan bahwa sebagian besar lahan bekas situs-situs yang telah dihancurkan tersebut dibiarkan kosong.

Baca Juga: LIPI Sebut Jalur Tunjaman Lempeng Tetap Hasilkan Gempa dan Tsunami Raksasa yang Cenderung Berulang

Beberapa lahan dijadikan jalan dan tempat parkir mobil, serta ada juga yang dijadikan lahan pertanian.

Tak hanya dijadikan sebagai lahan parkir atau lahan pertanian, beberapa di antara masjid-masjid yang dihancurkan, dibangun kembali dengan ukuran yang lebih kecil.

Seperti Masjid Agung Kashgar, yang dibangun pertama kali pada tahun 1540 dan telah diberikan perlindungan bersejarah tingkat tertinggi kedua oleh otoritas Tiongkok.

Sementara itu, ASPI mengatakan bahwa pihaknya membandingkan citra satelit baru-baru ini dengan koordinat yang sama persis dari 900 situs keagamaan yang terdaftar secara resmi pada tahun 2017.

Pihak ASPI kemudian menggunakan metodologi berbasis sampel untuk membuat perkiraan yang kuat secara statistik dengan referensi silang dengan data sensus.

“Di samping upaya paksa lainnya untuk merekayasa ulang kehidupan sosial dan budaya Uighur dengan mengubah atau menghilangkan bahasa, musik, dan bahkan makanan Uighur"

Baca Juga: Incar Masyarakat Terdampak Covid-19, Berikut 126 Daftar Pinjaman Online Ilegal yang Terciduk OJK

"Kebijakan pemerintah Tiongkok juga secara aktif menghapus dan mengubah elemen kunci dari warisan budaya nyata mereka,” kata laporan ASPI.

Seperti diketahui, Tiongkok telah mendapatkan tuduhan dari berbagai pihak atas tindakan pelanggaran hak asasi manusia terhadap muslim Uighur di Xinjiang.

Tiongkok dituduh telah menahan lebih dari satu juta Muslim Uighur dan Turki di kamp-kamp konsentrasi.

Namun tuduhan ini disangkal oleh Beijing dengan mengatakan bahwa kebijakan yang diterapkan di Xinjiang terhadap muslim Uighur adalah untuk melawan terorisme dan ekstremisme agama.

Pihak Beijing juga menegaskan bahwa kamp-kamp konsentrasi tersebut bukanlah paksaan dan merupakan program tenaga kerja untuk mengentaskan kemiskinan.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler