Bukan berdasarkan Suara Populer Terbanyak, Penetapan Presiden di AS Gunakan Sistem Electoral College

4 November 2020, 20:03 WIB
Kolase foto Donald Trump (kiri) dan Joe Biden (kanan). /Dok. adnanabuamer.com/

PR DEPOK - Pada pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) tahun 2016 silam, Donald Trump berhasil mengalahkan Hillary Clinton. Padahal Donald Trump saat itu kehilangan suara populer hampir sebanyak tiga juta suara.

Dengan hasil tersebut, tak sedikit orang di negeri Paman Sam bertanya-tanya mengapa Donald Trump dinyatakan menang dalam Pilpres 2016 lalu.

Diketahui, berbeda dengan anggota the US House (DPR) dan Senat yang dipilih secara langsung oleh pemilih. Berdasarkan penjelasan dalam Pasal II Konstitusi AS, pemilihan presiden tidak seperti itu.

Baca Juga: Joe Biden Percaya Diri Akan Menang, Donald Trump Siap Bawa Gugatan ke Mahkamah Agung Jika Kalah

Kontitusi menyatakan bahwa presiden dan wakilnya dipilih sebagai berikut, "Setiap Negara Bagian harus menunjuk, dengan cara yang diatur oleh Badan Legislatifnya. Sejumlah Pemilih yang sama dengan seluruh Jumlah Senator dan Perwakilan yang mungkin menjadi anggota Negara Bagian tersebut, berhak di Kongres."

Dalam sistem yang berbasis negara bagian ini, setiap negara bagian memiliki sekelompok 'pemilih'. Para 'pemilih' inilah yang sebenarnya memberikan suara untuk menentukan calon presiden dan wakil presiden.

Kemudian di 48 negara bagian, para pemilih ini 'berjanji' untuk memilih calon presiden dan wakil presiden yang memperoleh suara terbanyak di negara bagian masing-masing.

Namun, dua negara bagian yaitu Maine dan Nebraska, memiliki sistem yang sedikit berbeda. Dua pemilih 'berjanji' untuk memilih kandidat yang memenangkan suara populer keseluruhan negara bagian.

Baca Juga: Israel Semakin Khawatir Soal Hasil Pilpres AS 2020, Terlebih Jika Joe Biden Memenangkan Pertarungan

Sementara pemilih ketiga 'berjanji' untuk memberikan suara berdasarkan kandidat mana yang memenangkan distrik Kongres paling banyak di negara.

Jumlah pemilih yang dimiliki suatu negara bagian dalam siklus pemilihan presiden berbanding lurus dengan berapa banyak pejabat terpilih yang mewakili negara bagian itu di Dewan Perwaklan Rakyat dan Senat, atau secara kolektif dikenal sebagai Kongres AS.

Para pemilih ini lalu bertemu sebagai Electoral College pada tanggal yang sudah ditentukan oleh hukum federal, yaitu "Senin pertama setelah Rabu kedua pada bulan Desember berikutnya setelah pengangkatan mereka" (pada 14 Desember tahun ini) untuk menghitung suara mereka untuk presiden dan wakil presiden.

Terdapat 538 pemilih di antara 50 negara bagian dan District of Columbia. Negara dengan populasi yang lebih besar mempunyai keterwakilan yang juga lebih besar di the US House. Maka dari itu mereka juga memiliki jumlah pemilih yang lebih banyak.

Baca Juga: Ungguli Donald Trump dengan 224 Electoral Votes, Joe Biden Butuh 46 Suara untuk Menang Pilpres AS

Seorang kandidat calon presiden membutuhkan 50 persen ditambah satu dari total 538 pemilih, atau 270 untuk bisa menang seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Al-Jazeera, pada Rabu 4 November 2020.

Tahun 2016 adalah kali kelima dalam sejarah AS seorang calon presiden memenangkan Electoral College tapi kehilangan suara terbanyak.

Pada saat itu, Hillary Clinton menerima lebih banyak suara aktual tetapi gagal di Electoral College.

Dia memenangkan kemenangan yang menentukan di beberapa negara bagian terbesar, dengan kemenangan 4.26 juta suara di California (negara bagian AS terpadat).

Baca Juga: Jelang Kepulangan Habib Rizieq Shihab, Jutaan Umat Islam Disebut Akan Jemput Demi Berikan Pengawalan

Lalu kemenangan 1.7 juta suara di New York dan kemenangan 944.000 suara di Illinois.

Sementara Donald Trump memenangkan tiga negara bagian pemilihan utama dengan selisih sepersekian persen yaitu di Michigan, Pennsylvania, dan Wisconsin. Serta memenangkan di Arizona, Florida dan Carolina Utara dengan masing-masing kurang dari 4 poin persentase.

Oleh karena itu, Electoral College adalah alasan mengapa di setiap pemilihan, presiden turun ke beberapa negara bagian 'medan pertempuran' di mana pemungutan suara sangat dekat.

Sedangkan negara bagian lainnya, umumnya dianggap Demokrat atau Republik aman, dan suara elektoral tersebut bisa diprediksi jauh sebelumnya.

Baca Juga: Tak Ingin Merepotkan Pemerintah, Habib Rizieq Shihab Cari Jalan Keluar Sendiri untuk Kepulangannya

Pada tahun ini, ada sekitar 10 negara bagian yang memfokuskan waktu dan uang para kandidat, dan negara bagian itulah yang pada akhirnya paling berpengaruh dalam menentukan siapa pemenang pemilihan presiden.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler