Penelitian Terbaru: Pasien Sembuh Covid-19 Berpotensi Alami Sakit Mental

13 November 2020, 14:17 WIB
Ilustrasi stres. /Pixabay/

PR DEPOK - Covid-19 atau virus corona hingga saat ini masih melanda sebagian wilayah dunia termasuk Indonesia.

Covid-19 merupakan salah satu virus yang dapat menular lewat udara.

Sejak pertama kali diduga ditemukan di Kota Wuhan, Tiongkok pada akhir tahun 2019 silam, jumlah kasus positif Covid-19 di dunia terus mengalami peningkatan.

Baca Juga: Pertanyakan Kesalahan Presiden Jokowi terhadap Rizieq Shihab, Gus Choi: Tak Perlu Ada Rekonsiliasi

Covid-19 bukan hanya menyebabkan masalah pada pernapasan, namun dampaknya bisa lebih dari itu.

Sebuah penelitian dari Universitas Oxford di Inggris menemukan, para penyintas atau orang yang sembuh dari infeksi Covid-19 berisiko lebih tinggi terkena penyakit mental, seperti kecemasan dan depresi.

Selain itu, mereka juga lebih berpotensi mengembangkan demensia, menurut penelitian yang diterbitkan dalam The Lancet Psychiatry pada 9 November itu.

Baca Juga: Bantu Warga Terdampak Pandemi Covid-19, Pos Indonesia Salurkan BST Senilai Rp165 Miliar di Sumut

Untuk sampai pada temuan ini, para peneliti menganalisis catatan kesehatan elektronik dari 69 juta orang di Amerika Serikat, termasuk lebih dari 62.000 orang yang menderita Covid-19.

Mereka menemukan, 20 persen yang terinfeksi virus corona didiagnosis dengan gangguan kejiwaan dalam waktu 90 hari.

"Orang-orang khawatir orang yang pulih dari Covid-19 akan menghadapi risiko lebih besar terkena masalah kesehatan mental, dan temuan kami menunjukkan hal ini mungkin terjadi," kata Paul Harrison seorang profesor psikiatri di Universitas Oxford, seperti dikutip oleh pikiranrakyat-depok.com dari RRI.

Baca Juga: Pencairan KUR Sektor Kelautan dan Perikanan Capai Rp4,03 Triliun, Ini Penjelasan Pihak KKP

Meskipun temuan ini menambah semakin banyak bukti Covid-19 dapat berdampak pada kesehatan mental serta kesehatan fisik, namun tidak diketahui mengapa virus tampaknya meningkatkan risiko penyakit kejiwaan.

"Menghadapi kemungkinan tidak selamat dari suatu kondisi sangat menakutkan. Masuk akal jika peristiwa seperti itu akan memicu kondisi kesehatan mental terutama bagi mereka yang mengalami penyakit berat termasuk rawat inap atau periode pernapasan," kata psikiater Margaret Seide.

Menurut psikiater Julian Lagoy, faktor isolasi atau karantina perlu menjadi bahan pertimbangan.

Baca Juga: Kasus Kriminal Akibat Alkohol Tergolong Tinggi, Pengamat: RUU Minol Perlu Diterapkan di Indonesia

Dirinya mengatakan, menjalani karantina dan isolasi bisa sangat merusak kesehatan mental seseorang.

"Jika Anda memiliki kasus Covid-19 yang parah, stres dan kekhawatiran tentang kesehatan fisik Anda secara alami akan berdampak pada kesehatan mental Anda," ujarnya.

Studi Universitas Oxford menemukan, orang dengan penyakit mental yang sudah ada sebelumnya 65 persen lebih mungkin didiagnosis dengan Covid-19 daripada mereka yang tidak.

Baca Juga: Laporan Sudah Masuk dalam Tahap Penyelidikan, Polisi Berencana Segera Panggil Gisel dan Jedar

"Ini sangat menarik. Saya menduga ini mungkin karena orang dengan penyakit mental lebih cenderung menunjukkan perilaku berisiko, yang membuat mereka berisiko terkena Covid-19," imbuh Lagoy.

Dirinya mencontohkan jika mereka cenderung tidak diisolasi dan dikarantina karena dapat memperburuk penyakit mental mereka, maka orang-orang ini lebih mungkin berkumpul bersama orang lain.

Namun, risiko mereka terkena Covid-19 kemudian lebih tinggi.

Baca Juga: Boy William Tanya Soal Insiden Mikrofon Fraksi Demokrat Mati, Puan Maharani Beri Penjelasan

Orang yang menderita penyakit mental juga cenderung tidak dapat secara efektif mengelola kondisi kronis seperti diabetes yang dapat meningkatkan risiko Covid-19.

Di sisi lain, mereka yang memiliki riwayat kondisi kejiwaan seperti gangguan bipolar, depresi, dan skizofrenia, juga meningkatkan risiko terinfeksi virus corona.

Seseorang tidak harus terdiagnosis Covid-19 untuk merasakan dampak pandemi pada kesehatan mental.

Baca Juga: Penyaluran Vaksin Covid-19 Dikhawatirkan Tak Merata, Jusuf Kalla Nyatakan PMI Siap Bantu Distribusi

Pada Agustus, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) melaporkan 40 persen orang dewasa di Amerika khususnya dewasa muda, ras dan etnis minoritas, pekerja esensial, dan pengasuh yang tidak dibayar, mengalami kondisi kesehatan mental yang merugikan secara signifikan.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler