Unik, PM Jepang Tunjuk Tetsushi Sakamoto Jadi Menteri Kesepian, Ternyata Ini Alasannya

- 19 Februari 2021, 21:33 WIB
Ilustrasi bunuh diri.
Ilustrasi bunuh diri. /Pixabay/kalhh.

PR DEPOK – Kesepian dan isolasi menjadi masalah serius yang marak dialami  sejumlah masyarakat di Jepang.

Untuk mengatasi hal tersebut, Perdana Menteri (PM) Jepang, Yoshihide Suga menunjuk Menteri Revitalisasi Regional, Tetsushi Sakamoto sebagai Menteri paruh waktu untuk mengatasi masalah kesepian dan isolasi.

Langkah tersebut diambil setelah terdapat laporan peningkatan kasus bunuh diri selama tahun 2020, yang didominasi oleh perempuan dan remaja.

Baca Juga: Hujan Deras, Banjir Setinggi Leher Orang Dewasa Genang Sejumlah Titik di Jakarta Timur

Menurut data terbaru, angka bunuh diri perempuan di Jepang meningkat 14,5 persen, dengan jumlah total mencapai 6.976, tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Sedangkan, kasus bunuh diri laki-laki turun 1 persen menjadi 13.943 selama 11 tahun berturut-turut.

"Perempuan lebih menderita karena isolasi (daripada laki-laki), dan jumlah kasus bunuh diri berada dalam tren yang meningkat. Saya harap Anda akan mengidentifikasi masalah dan mempromosikan langkah-langkah kebijakan secara komprehensif," kata Suga kepada Sakamoto dalam sebuah pertemuan, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari CGTN.

PM Yoshihide Suga berencana mengadakan forum darurat pada akhir Februari 2021 untuk mendengarkan para ahli dan membahas langkah-langkah dukungan untuk mencegah kesepian dan isolasi sosial serta untuk melindungi hubungan antar manusia di Jepang.

Baca Juga: Usai Diisukan Selingkuh, Nissa Sabyan Dikabarkan Sudah Nikah dengan Ayus, Begini Jawaban dari Adik Kandungnya

Peneliti mengatakan perempuan di Jepang cenderung bekerja di sektor jasa dan ritel, sehingga mereka lebih rentan kehilangan pekerjaan selama pandemi Covid-19. Selain itu, mereka biasanya membawa beban lebih dalam pekerjaan rumah dan pengasuhan anak.

Pandemi Covid-19 memaksa mereka untuk menghabiskan lebih banyak waktu di rumah, sehingga situasi mereka semakin memburuk.

Tingkat bunuh diri di Jepang cenderung lebih rendah pada paruh pertama 2020. Akan tetapi, mulai Juli 202 dan seterusnya, jumlahnya mulai meningkat karena dampak Covid-19.

Oktober 2020 merupakan bulan terburuk karena total kasus bunuh diri mencapai 2.153, dan menjadi waktu dengan angka tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Baca Juga: Klaim tak Hanya Ustaz Maaher yang Wafat, Novel Baswedan: Sebenarnya Banyak Tahanan Meninggal, Tapi...

Jumlah kasus bunuh diri oleh perempuan, sebesar 851, naik 82,6 persen jika dibandingkan dengan Oktober 2019.

Menanggapi data tersebut, seorang pejabat Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan mengatakan, bahwa selain mendukung ekonomi dan kehidupan sehari-hari, pemerintah Jepang akan memperluas layanan konsultasi dan memperkenalkan organisasi pendukung kepada orang-orang yang membutuhkan.

Sebelumnya, mendapatkan bantuan psikologis merupakan stigma yang kurang baik di Jepang. Namun, sejak kasus bunuh diri mencapai puncaknya pada 2003 dengan mencapai angka 34.427 kasus, para pembuat kebijakan merasa khawatir dan akhirnya membuat program pencegahan komprehensif yang diluncurkan pada 2007.

Baca Juga: Genangan Air di Jakarta Mulai Surut, Geisz Chalifah: Tahan Dulu Airnya Nanti Honor Buzzer Gak Cair!

Melalui kombinasi upaya pemerintah dan perusahaan yang mencakup identifikasi kelompok berisiko, pembatasan dari waktu ke waktu, dan mempermudah mendapatkan konseling, angka bunuh diri telah menurun menjadi lebih dari 20.000 kasus pada 2019, sebelum pandemi Covid-19 menyerang.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: CGTN


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x