Baca Juga: Bantu Ungkap Kasus Penemuan 4 Mayat di Kalideres, Polda Metro Jaya Bentuk Tim Penyelidikan
Pada 30 hari selanjutnya, sisa-sisa tulang belulang dikembalikan kepada keluarga.
Hasil akhirnya adalah timbunan kubik tanah padat nutrisi, setara dengan sekitar 36 kantong tanah, yang dapat digunakan untuk menanam pohon atau memperkaya lahan konservasi, hutan, atau kebun.
Untuk daerah perkotaan seperti Kota New York yang lahannya terbatas, ini dapat dilihat sebagai alternatif pemakaman yang cukup menarik.
Dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Time, Michelle Menter, manajer di Greensprings Natural Cemetery Preserve (sebuah pemakaman di pusat New York), mengatakan bahwa fasilitas human composting akan dipertimbangkan sebagai metode alternatif.
Baca Juga: Ramalan Shio Kelinci, Naga, dan Ular, Jumat, 6 Januari 2023: Pesona Bakatmu akan Terpancar
Namun, tidak semua setuju dengan ide tersebut. Konferensi Katolik Negara Bagian New York, sebuah kelompok yang mewakili para uskup di negara bagian itu, telah lama menentang RUU tersebut. Mereka menyebut metode penguburan human composting tidak pantas.
Mereka menyampaikan bahwa tubuh manusia bukanlah limbah rumah tangga dan mereka tidak yakin bahwa proses tersebut memenuhi standar perlakuan hormat terhadap jenazah.
Seperti yang dijelaskan oleh petugas pemakaman, Caitlin Doughty dalam op-ed New York Times baru-baru ini, pengomposan manusia memberikan pilihan lain untuk menurunkan dampak ekologi akibat penguburan.
Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan lebih sedikit daripada kremasi dan menghindari praktik penguburan non-alami seperti pembalseman.