Upayakan Solusi Damai Palestina-Israel, Pemimpin Dunia Berencana Melanjutkan Diplomasi Tahun 1993

- 8 November 2023, 15:53 WIB
Ilustrasi Palestina dan Israel. Tentara Israel kembali melakukan serangan kepada warga Palestina yang telah berkumpul di Kota Tua al-Quds.
Ilustrasi Palestina dan Israel. Tentara Israel kembali melakukan serangan kepada warga Palestina yang telah berkumpul di Kota Tua al-Quds. /Pixabay/Jorge Villalba

PR DEPOK – Pemimpin dunia berupaya mencari solusi damai antara Palestina dan Israel. Salah satu pilihannya adalah melanjutkan dislokasi pada 20 tahun lalu yang sempat terhenti.

Upaya damai Palestina-Israel ini sempat disinggung Presiden Joe Biden saat berbicara di Gedung Putih pada tanggal 25 Oktober 2023 lalu. Ia menekankan harus ada solusi jangka panjang untuk kedua negara.

Tujuan upaya tersebut adalah negara Palestina yang diakui bersama Israel.

Baca Juga: Syarat Dokumen dan Cara Daftar KJP Plus yang Cair November 2023

“Ketika krisis ini selesai, harus ada visi tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan dalam pandangan kami, ini harus menjadi solusi dua negara,” katanya seperti dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Washington Post.

Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak juga menekankan tujuan jangka panjang dari solusi dua negara itu dalam panggilan telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pekan lalu.

Di sisi lain, Dewan Eropa pada bulan Oktober menegaskan kembali komitmennya terhadap perdamaian abadi dan berkelanjutan berdasarkan solusi Palestina-Israel.

Baca Juga: 3 Rekomendasi Kuliner di Kota Kembang Bandung, Paling Dicari!

Sementara Paus Fransiskus, dalam sebuah wawancara dengan media Italia, menyerukan upaya solusi bijak antara kedua negara.

Beberapa pakar mengatakan bahwa solusi dua negara ini cukup sulit. Namun, masih ada solusi yang bisa dilakukan.

Apa Solusi Palestina-Israel?

Salah satu ide menurut pakar adalah membayangkan sepasang negara yang berbeda secara teritorial ( Israel dan Palestina. Konsep ini sudah ada sebelum berdirinya Israel pada tahun 1948, setelah berakhirnya mandat Inggris atas Palestina. Namun pecahnya kekerasan dan perang menghambat kemajuan selama beberapa dekade.

Baca Juga: Pengamanan Ekstra pada Laga Persib vs Arema dengan 2.640 Personel, Ini Alasan Polisi

Dalam perjanjian Oslo yang ditengahi AS dan ditandatangani pada tahun 1993, Israel menerima Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai perwakilan Palestina, sementara PLO mengakui hak Israel atas kehidupan yang damai. Kedua belah pihak sepakat bahwa Otoritas Palestina akan mengambil tanggung jawab pemerintahan di Tepi Barat dan Gaza, sehingga menciptakan harapan akan adanya peta jalan menuju dua negara.

Namun, pada tahun 2000, Presiden Bill Clinton gagal mencapai kesepakatan dengan Perdana Menteri Israel Ehud Barak dan pemimpin Palestina Yasser Arafat di Camp David. Beberapa bulan kemudian, bentrokan pecah setelah kunjungan seorang politisi Israel ke situs Yerusalem yang dihormati oleh orang Yahudi dan Muslim. Pemberontakan Palestina telah melanda wilayah tersebut selama bertahun-tahun.

“Sebenarnya tidak ada langkah maju sejak saat itu dan situasi justru memburuk,” kata Gilbert Achcar, profesor studi pembangunan dan hubungan internasional di SOAS University of London.

Baca Juga: PKH Bulan November 2023 Cair Mulai Tanggal Ini, Cek Nama Penerima di Link Berikut

Apa Saja Tantangan Diplomasi Ini?

Visi untuk negara Palestina biasanya mencakup Gaza dan sebagian besar tepi barat dengan pertukaran lahan yang akan menggantikan pemukiman Israel di tepi barat.

Menurut Dewan Hubungan Luar Negeri, sebagian besar pendukung solusi dua negara mendukung pengembalian Israel ke perbatasannya seperti sebelum aneksasi wilayah setelah perang tahun 1967.

Namun, tantangan yang ada sangatlah besar. Warga Palestina dan Israel saat ini tinggal di wilayah yang berpotensi menjadi negara masa depan bagi kedua belah pihak. Banyak keluarga Palestina berusaha untuk kembali ke daerah yang hilang selama perang tahun 1948, sebuah pengungsian massal yang dikenal sebagai “Nakba,” atau “bencana.”

Baca Juga: 7 Mie Ayam yang Bikin Ketagihan di Kabupaten Karanganyar, Cek Alamatnya

Sementara itu, Yerusalem adalah tantangan besar lainnya. Warga Palestina memandang Yerusalem Timur, yang dianeksasi oleh Israel, sebagai ibu kota negara Palestina di masa depan. Situasi ini semakin diperumit dengan keputusan Presiden Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada tahun 2017.

Apakah Solusi Dua Negara Mungkin Terjadi?

Sebelum terjadinya perang baru-baru ini, pembangunan pemukiman Israel di Tepi Barat merupakan salah satu hambatan paling mendesak menuju perdamaian bagi warga Palestina.

Ketika kekerasan pemukim meningkat, warga Palestina di Tepi Barat khawatir akan adanya pengungsian baru

Profesor SOAS Achar mengatakan bahwa perjanjian Oslo tidak memuat ketentuan untuk menghentikan pembangunan permukiman, yang telah meledak dalam beberapa dekade terakhir.

Baca Juga: Rasanya Juara! 7 Bakso Paling Enak yang Ada di Demak, Cek Alamatnya di Sini

“Agar Palestina menerima solusi dua negara, diperlukan penarikan penuh dari pemukiman tersebut,” katanya.

Yossi Mekelberg dari lembaga pemikir Chatham House yang berbasis di London, mencatat bahwa penarikan Israel terhadap 8.000 pemukim dari Gaza pada tahun 2005 justru “merobek masyarakat Israel.”

Satu dekade kemudian, banyak warga Israel yang melihat penarikan diri dari Gaza sebagai sebuah kesalahan besar

Sementara itu, Mark LeVine, seorang profesor sejarah dan ketua program studi global Timur Tengah di Universitas California di Irvine, mengatakan solusi dua negara memang sulit dilakukan. Namun, masih bisa dilakukan dalam bentuk ‘negara paralel’.

Baca Juga: BLT El Nino Rp400.000 Cair Lewat Rekening Ini, Simak Cara Cek Penerima untuk November-Desember 2023

“Kita semua berharap solusi Palestina-Israel bisa terwujud karena mudah dilakukan. ‘Oke, kamu ambil bagian ini, kamu ambil bagian ini. Jadi, ini semacam model hibrida, bersama, tumpang tindih, atau apa yang kita sebut ‘negara paralel’ yang tidak ditentukan oleh hubungan antara wilayah dan kedaulatan,” katanya.

“Israel bisa tetap menjadi negara Yahudi, Palestina bisa menjadi negara Palestina, tapi orang Yahudi dan Palestina bisa tinggal di mana saja,” ujarnya menambahkan.

Sementara itu, gagasan konfederasi sebagai alternatif

masih bisa dijalankan. Namun, solusi dua negara pada tahun 2023 ini akan terlihat sangat berbeda dengan solusi dua negara pada tahun 1993.***

 

Editor: Nur Annisa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah