Tren Islamofobia Makin Luas di Eropa, Pakar Muhammadiyah Sebut Penyebabnya Tak Paham Islam Moderat

- 12 September 2020, 09:19 WIB
Ilustrasi aksi demonstrasi untuk menghentikan islamisasi di Eropa.
Ilustrasi aksi demonstrasi untuk menghentikan islamisasi di Eropa. /Anadolu Agency

PR DEPOK - Kemunculan islamofobia menjadi tren tersendiri di sejumlah negara di Eropa.

Kebanyakan dari mereka memandang islam sebagai agama radikal usai memandang citra yang diberikan segelintir golongan menakutkan sehingga mereka membenci ajaran tersebut.

Najib sebagai Pakar Politik Muhammadiyah mengatakan, dalam 20 tahun terakhir islamofobia di Eropa semakin menunjukkan gejala negatif.

Seiring berkembangnya media sosial, pernyataan tersebut ia sampaikan dalam agenda pengajian umum PP Muhammadiyah daring bertajuk "Islam dan Islamofobia di Eropa" pada Jumat 11 September 2020 malam.

Baca Juga: Masuk Peralihan Musim, Jawa Barat Diprediksi Alami Kondisi Cuaca Bervariasi

Najib menyebut islamofobia di Eropa diperkuat oleh konten provokatif tanpa batas yang terus disebarluaskan di media sosial.

"Media sosial yang membuat masyarakat menengah ke bawah dan golongan atas sama dalam mendapatkan informasi, kadang tanpa batas sehingga dapat terprovokasi," kata Najib seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara.

Menurutnya, media sosial yang dapat diakses dengan mudah seringkali menjadi tempat baru untuk menuangkan berbagai ide-ide termasuk menebar kebencian terhadap agama islam.

Dengan demikian insiden penistaan terhadap agama islam di negara-negara Eropa khususnya baru-baru ini Skandinavia tidak terlepas dari peran media sosial.

Baca Juga: AKB Bandung Diperketat, Titik Usaha yang Picu Keramaian Dibubarkan Paksa Hingga Dicabut Izin Operasi

Najib mengungkapkan, di sejumlah negara di Eropa, para politisi bahkan tak jarang memperkuat narasi islamofobia demi meraih jabatan atau simpati warga.

Islamofobia bertujuan untuk meraih dukungan massa para tokoh politik dengan cara menghembuskan isu-isu populis anti-islam.

Begitu juga yang terjadi di Amerika Serikat, Najib menjelaskan kampanye yang digelar oleh Donald Trump beberapa waktu lalu sempat memanfaatkan isu supremasi kulit putih, beragam isu identitas yang dikembangkan guna meraih simpati publik termasuk mendiskreditkan islam.

Sementara itu, Najib menyebut bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memanfaatkan isu islamofobia bahkan menunjukkan anti-Arab dalam kampanye dan kebijakan yang diajukannya beberapa minggu terakhir.

Perdana Menteri Indian Narendra Modi juga tak luput dari sorotannya, Najib menilainya melakukan tindakan serupa yang berujung pada islamofobia.

Baca Juga: Kritik Kebijakan Mendikbud, Fahri Hamzah: Main Cerdas! Maksimalkan Siaran TV Dibanding Pulsa Gratis

Pakar politik Muhammadiyah tersebut menyatakan bahwa islamofobia terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang islam yang moderat.

Seharusnya masyarakat dunia lebih banyak mengenal islam yang radikal dan Timur Tengah sentris yang antidemokrasi, jelas Najib.

Najib pun memandang bahwa masyarakat dunia dapat melihat Indonesia sebagai negara yang mampu menyandingkan islam dan demokrasi.

Iabberpesan kepada seluruh muslim agar terus mampu memajukan dirinya secara disiplin terutama dalam menguasai ilmu pengetahuan guna melerai sejumlah isu negatif tentang islam.

Dengan kesadaran setiap muslim untuk disiplin menguasai ilmu agama, Najib yakin golongan islam yang radikal akan kalah populer sehingga citra agama yang disampaikan Nabi Muhammad itu meninggalkan kesan positif sebagaimana aslinya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x