Aksi Bom Bunuh Diri di Makassar Disebut Rekayasa, Pengamat: Tangkap! Jangan-jangan Dia Anggota Terorisnya

31 Maret 2021, 12:34 WIB
Tim Densus 88 Anti Teror membawa bungkusan usai pengeledahan di rumah kos pelaku bom bunuh diri Gereja Katedral di jalan Tinumbu, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Senin 29 Maret 2021. /ANTARA FOTO/Darwin Fatir.

PR DEPOK - Baru-baru ini beredar pernyataan yang menyebutkan teroris yang lakukan aksi bom bunuh diri di gerbang Gereja Katedral di Makassar, Sulawesi Selatan, merupakan rekayasa.

Terkait hal itu, peneliti terorisme Ridlwan Habib turut melontarkan komentarnya di Jakarta pada Rabu, 31 Maret 2021.

Menurut Ridlwan, pihak aparat kepolisian agar segera menangkap provokator yang menyebutkan teroris yang lakukan aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar merupakan rekayasa.

Baca Juga: Kemenkumham Umumkan Nasib KLB Deli Serdang Siang Ini, Ferdinand: Ini Bukan Akhir dari Pertempuran yang Terjadi

Pasalnya, Ridlwan mengatakan provokator yang sebut aksi terorisme itu merupakan rekayasa justru akan mempengaruhi penyelidikan pihak Polri.

“Pihak yang menyebut bom Makassar rekayasa atau konspirasi harus ditangkap Densus 88 dan diperiksa. Sebab, provokator itu bisa mempengaruhi penyelidikan yang sedang berlangsung,” kata Ridlwan dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa provokator tersebut masih sempat menyatakan aksi teror bom bunuh diri sebagai rekayasa, padahal telah ditangkap jaringan teroris yang sudah menyiapkan bom di Bekasi.

Penangkapan teroris di Bekasi sebelumnya telah ditemukan atribut dan identitas ormas yang sekarang sudah dilarang, karena itu Ridlwan menyebut semuanya akan terbuka di pengadilan.

Baca Juga: Bukan Radikalisme dan PKI, Rocky Gerung: yang Berbahaya Sekarang adalah Kedunguan Para Intelektual

“Data pengadilan memang ada 35 mantan anggota ormas yang sekarang dilarang itu yang menjadi anggota JAD, termasuk Zainal Anshori mantan pengurus di Lamongan, mereka sudah dipenjara,” ujarnya.

Tidak hanya itu, menurut dia, mengapa provokator tersebut harus ditangkap karena dalam JAD memang ada anggota teroris yang beroperasi di media sosial.

Tujuannya, dikatakan Ridlwan, untuk mengaburkan penyelidikan polisi sekaligus membuat masyarakat tidak percaya.

“Karena itu, pihak-pihak yang tidak percaya dan menyebut teroris adalah rekayasa harus ditangkap dan dicek jangan-jangan dia adalah anggota teroris,” katanya menambahkan.

Baca Juga: Desak Semua Pihak tak Lagi Pakai Istilah Arab, Fahri Hamzah: Plis, Sebut Mereka Teroris Saja!

Orang-orang itu biasanya tidak puas dengan organisasi lamanya, dan memilih JAD yang secara langsung membolehkan melakukan serangan teror.

“Mereka ingin berjihad dengan kekerasan, dan kelompok JAD menghalalkan itu, karena itu mereka pindah ke JAD,” ucap dia.

Ridlwan menyebut aliran JAD adalah salafi jihadis yang memperbolehkan serangan kepada orang kafir. Latar belakang salafi jihadis memang aliran wahabi.

“Meski begitu, tidak semua pengikut wahabi yang menjadi ‘salafi jihadis’, ada juga salafi dakwah yang pro-pemerintah,” ujar Ridlwan.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler