Sebut Pembuatan Vaksin Covid-19 Bisa Dilakukan Lebih Cepat, Guru Besar Unpad Beri Penjelasan

- 16 November 2020, 20:13 WIB
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Cissy Prawira-Kartasasmita dalam diskusi virtual Forum Merdeka Barat 9 dipantau dari Jakarta pada Senin, 16 November 2020.*
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Cissy Prawira-Kartasasmita dalam diskusi virtual Forum Merdeka Barat 9 dipantau dari Jakarta pada Senin, 16 November 2020.* /Tangkapan layar./

PR DEPOK – Saat ini para ahli kesehatan dan ilmuan dunia tengah berpacu dalam menemukan vaksin untuk mengatasi masalah pandemi Covid-19, yang seperti diketahui tidak hanya berdampak kepada kesehatan, namun juga sosial dan ekonomi.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Cissy Prawira-Kartasasmita menuturkan, pembuatan vaksin Covid-19 bisa lebih cepat dilakukan karena semua proses pembuatannya dilakukan secara paralel.

“Sekarang teknologi sudah maju, kemampuan sudah maju, biaya juga sudah ada. Jadi semuanya bisa dilakukan paralel,” kata Prof. Cissy dalam diskusi virtual Forum Merdeka Barat 9, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari ANTARA.

Baca Juga: Imbau Habib Rizieq Contoh Akhlak Rasulullah, Wamenag: Dakwah Harusnya Santun dan Sejukkan Umat

Prof. Cissy menjelaskan, dalam proses pembuatan vaksin, terdapat beberapa tahapan. Mulai dari tahap uji pra-klinik di laboratorium, uji coba terhadap binatang, serta setelah diketahui aman, maka akan berlanjut kepada tahap uji klinis terhadap manusia.

Sementara itu, tahap uji klinis juga terdiri dari empat fase. Fase pertama, yakni menguji keamanan imunogenisitas dan dosis yang melibatkan sekitar 20-100 relawan.

Fase kedua, dengan menguji imunogenisitas di kelompok yang lebih besar yang melibatkan sekiranya 400-1.000 relawan.

Baca Juga: Kecurigaan Iwan Fals Soal Kerumunan Massa Habib Rizieq: Jangan-jangan Cuma Buat 'Kelinci Percobaan'

Lalu fase ketiga, dilakukan pengujian keamanan pada jumlah relawan yang lebih besar, multisenter dan melihat khasiat vaksin tersebut pada kelompok yang diberikan vaksin, serta melakukan placebo yang melibatkan puluhan ribu relawan.

Selanjutnya fase terakhir atau fase keempat, yakni vaksin dapat dipakai secara luas, namun tetap dipantau keamanannya oleh regulator dan produsen.

"Dalam kasus vaksin Covid-19 untuk mengakselerasi proses maka beberapa fase dilakukan secara paralel dengan praktik keamanan dan pengawasan tetap dilakukan secara ketat," ujar Prof. Cissy.

Baca Juga: Soal Kerumunan di Petamburan, DPR: Apa Timbulnya Potensi Penularan Covid-19 Cukup Hanya Disanksi?

Prof. Cissy, yang juga Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), tidak membantah jika terkadang bisa saja terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), atau kejadian medis yang terjadi setelah dilakukan imunisasi.

KIPI tersebut bisa muncul karena hal yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan imunisasi, atau sekadar kebetulan.

KIPI juga bisa dalam bentuk ringan, sedang, bahkan berat. Namun, pada umumnya KIPI yang terjadi cenderung ringan, yakni berupa kemerahan, sedikit bengkak, atau juga demam yang umumnya gejala tersebut hilang dalam 2-3 hari.

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Kabar Kim Jong Un Tanggapi Kepulangan Habib Rizieq ke Indonesia, Simak Faktanya

Meski begitu, KIPI yang terjadi, baik karena vaksin atau tidak, tetap harus dilaporkan ke Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat.

Saat ini, terdapat 10 vaksin yang tengah menjalani fase tiga uji klinis. Namun, belum ada vaksin Covid-19 yang mendapat persetujuan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

“Tapi sebagian sudah ada yang mendapatkan yang disebut Emergency Use Authorization dari masing-masing regulatornya untuk dipakai mereka sendiri,” katanya.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah