Putra dan Menantu Ikut Serta Pilkada, Dinasti Politik Keluarga Jokowi Menjadi Sorotan Media Asing

5 Desember 2020, 14:28 WIB
Presiden RI, Joko Widodo. /BPMI Setpres

PR DEPOK - Pencalonan diri Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 mendapat sorotan dari media asing.

Menyebut Joko Widodo (Jokowi), The Economist dalam artikelnya yang berjudul "Indonesian politics is becoming a family affair",  yang diunggah pada kamis, 3 Desember 2020 mengatakan bahwa Presiden RI itu pernah bersumpah para politisi baru di lingkup keluarganya tidak akan bergantung padanya.

Pernyataan tersebut, dikutip The Economist dari tulisan yang dimuat dalam buku autobiografi Jokowi yang diterbitkan pada 2018 lalu.

"Menjadi presiden bukan berarti menyalurkan kekuasaan kepada anak-anak saya," tulis The Economist dikutip Pikiranrakyat-Depok.com, Sabtu 5 Desember 2020.

Media asal Inggris itu mengatakan bahwa sejak terpilih kembali tahun lalu, Jokowi tampak sudah berubah pikiran.

Baik putra dan menantunya, keduanya tidak memiliki pengalaman politik untuk mencalonkan diri dalam Pilkada pada 9 Desember di bawah bendera partai Jokowi, PDI Perjuangan.

Seperti diketahui, keluarga Jokowi yang mencalonkan diri pada Pilkada tahun ini yakni Gibran Rakabuming Raka yang maju sebagai calon Wali Kota Surakarta, jabatan yang dulu diduduki ayahnya, serta Bobby Nasution mencalonkan diri sebagai Wali Kota Medan.

Dengan pencalonan dua keluarga Jokowi itu, The Economist menyebut bahwa peristiwa ini adalah fenomena yang luar biasa mengingat bahwa mantan Wali Kota DKI Jakarta itu awalnya enggan untuk memuluskan jalan politik bagi keluarganya.

“Luar biasa Jokowi hanya pada awalnya menolak memuluskan jalan bagi keturunannya,” tulis The Economist.

Dalam artikel itu, The Economist juga menyoroti sejumlah pejabat lain yang melakukan hal yang sama di pemerintahan tingkat daerah.

The Economist menyebut bahwa para politisi di Indonesia berupaya untuk mendirikan politik dinasti keluarga.

“Putra dan menantu Jokowi bukan satu-satunya orang yang memiliki hubungan dengan istana kepresidenan yang terlibat dalam keributan (Pilkada). Putri wakil presiden, yang mencalonkan diri sebagai walikota Tangerang Selatan, bersaing dengan keponakan menteri pertahanan. Di Jawa Timur, putra sekretaris kabinet Jokowi yang berusia 28 tahun mencalonkan diri sebagai bupati,” tulis The Economist.

“Ini adalah pertama kalinya begitu banyak kerabat tokoh nasional yang mencalonkan diri dalam pemilihan lokal, menurut Yoes. Banyak dari tokoh nasional itu sendiri adalah dinasti,” tulis The Economist melanjutkan.

Disamping itu, The Economist menyebut bahwa Masyarakat Indonesia sangat kecewa dengan tumbuhnya politik dinasti keluarga.

Pada tahun 2015 DPR mengeluarkan undang-undang yang melarang kerabat petahana mencalonkan diri sebagai bupati, walikota atau gubernur. 

Namun undang-undang tersebut dianggap tidak konstitusional oleh pengadilan dan dibatalkan pada tahun yang sama.

“Politisi terus berusaha untuk mendapatkan kekuasaan dalam keluarga mereka. Seringkali karena peluang untuk menghasilkan uang yang datang dengan jabatan politik terlalu bagus untuk ditolak. Partai politik tidak berbuat banyak untuk mencegah nepotisme. Bagaimanapun, mereka digerakkan oleh kepribadian, bukan oleh kebijakan,” tulis The Economist mengutip pernyataan Ben Bland dari Lowy Institute, sebuah wadah pemikir di Australia.

Masih dalam artikel yang sama, menurutnya partai politik di Indonesia  membutuhkan politisi dengan nama besar untuk memenangkan kontestasi politik, lebih baik kerabat tokoh politik daripada bukan siapa-siapa.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: The Economist

Tags

Terkini

Terpopuler