PDIP Ingin 'Ceraikan' Jokowi? Refly Harun: Ada Kegamangan, Tak Ingin Ikut Tenggelam dengan Presiden

8 Agustus 2021, 08:30 WIB
Pakar hukum tata negara, Refly Harun, menyinggung soal kerenggangan hubungan antara PDIP dengan Jokowi. /Instagram @reflyharun

PR DEPOK - Pakar hukum tata negara, Refly Harun, menanggapi soal dugaan kerenggangan hubungan antara Joko Widodo atau Jokowi dengan PDIP.

Refly Harun menyoroti pernyataan Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah, yang menilai bahwa hubungan Jokowi dan PDIP mulai renggang, terlihat dari bermunculannya kritik dari sejumlah kader PDIP terhadap sang presiden.

Menurut Refly Harun sendiri, PDIP nampak gamang untuk tetap menjalin hubungan yang mesra dengan Jokowi.

Baca Juga: Merasa Takut Saat akan Dihipnotis Uya Kuya, Ivan Gunawan: Takutnya Gua Ngomong Ngaco

"Saya menangkap ada kegamangan PDIP untuk tetap bermesraan dengan Presiden Jokowi," ujarnya, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun.

Bukan tanpa alasan, rasa takut PDIP ini menurut Refly dilatarbelakangi oleh dua faktor.

"Pertama, popularitas dan kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Jokowi makin merendah, sesuai dengan kutukan periode kedua," katanya menjelaskan.

Baca Juga: Muhadjir Harap Petani Tak Ambil Untung Banyak, Fadli Zon: Gimana Pemuda Mau Jadi Petani jika Disuruh Miskin?

Menurutnya, kutukan periode kedua ini kerap terjadi pada seorang pemimpin, yang mana popularitas kian menurun ketika sudah masuk akhir masa kepemimpinan.

"Presiden Jokowi mulai dari periode kedua kepemimpinannya mulai ada suara-suara kritis. Karena beda dengan periode pertama yang relatively Jokowi punya kepercayaan masyarakat yang tinggi, pada periode kedua, dia adalah the incumbent (petahana)," tutur Refly Harun.

"Yang katakanlah untuk memenangkan pertarungan perlu melakukan rekayasa-rekayasa konstitusional, antara lain mempertahankan presidential threshold dan 'membeli' semua partai politik, agar mencalonkan dirinya dan membiarkan hanya satu calon yang bisa dimajukan setelah semua partai diborong dengan presidential threshold," katanya.

Baca Juga: Hanya Kurang 2 Hari, Taliban Berhasil Rebut Dua Kota Penting Afghanistan

Fenomena Jokowi di periode yang kedua inilah, kata Refly, yang pasti tidak akan disukai oleh pihak yang memiliki rasionalitas demokrasi.

Menurutnya, presidential threshold yang terus dipertahankan hingga di Pilpres 2019 ini lantas membuat elemen-elemen demokrasi merasa bahwa demokrasi di Indonesia adalah demokrasi kriminal atau demokrasi uang.

"Karena itu moral standing-nya sudah berkurang, dan popularitas akhirnya turun turun turun, termasuk juga tindakan-tindakan yang represif, anti demokrasi dan lain sebagainya," ujarnya.

Baca Juga: Chelsea Pulangkan Kembali Romelu Lukaku ke Stamford Bridge

Lebih lanjut, Refly Harun menilai penurunan popularitas Jokowi ini yang kemudian diperhatikan juga oleh PDIP.

Pasalnya, lanjut sang pakar hukum, jika PDIP terus menerus menjadi bemper bagi Pemerintahan Presiden Jokowi, dan mendukung semua kebijakannya, bisa jadi partai tersebut terkena dampak buruknya.

"Kalau PDIP menjadi bemper terus menerus Pemerintahan Presiden Jokowi, maka bisa jadi partai ini kena dampak buruknya. Sementara di sisi lain, dia perlu mematangkan kader dia, agar kader dia mulai dicintai rakyat, itulah Puan Maharani," katanya.

Baca Juga: Nasi Goreng Buatannya Disebut Enak oleh Para Mantan, Billy Syahputra Ada Niat Buka Usaha Baru

"Ini yang menurut saya mulai dimainkan, mulai ditimbang-timbang. Apakah jarak itu akan semakin jauh, ataukah jarak itu perlu dipertahankan lebih dekat? Jadi PDIP memainkan ini sesungguhnya agar kalaupun Jokowi misalnya tenggelam, maka PDIP tidak ikut-ikutan tenggelam," ujar Refly Harun.***

Editor: Annisa.Fauziah

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler