PR DEPOK – Guru Besar Bidang Sosiologi Bencana Nanyang Technological University (NTU), Singapura, Profesor Sulfikar Amir merespons staf khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini terkait polemik mural wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya Faldo Maldini mengatakan bahwa gambar mural tidak salah. Namun dalam persoalan ini, mural yang memiliki pesan kepada Pemerintahan Jokowi tersebut dipermasalahkan karena tidak ada perizinannya.
“Jadi, mural itu, ga salah. Kalau ada ijinnya. Kalau tidak, berarti melawan hukum, berarti sewenang-wenang. Makanya, kami keras. Ada hak orang lain yang dicederai, bayangkan itu kalau tembok kita, yang tanpa ijin kita. orang yang mendukung kesewenang-wenangan, harus diingatkan,” kata Faldo Maldini seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari akun Twitter pribadinya @FaldoMaldini.
Baca Juga: WHO Uji Coba Obat Covid-19, Intip Komposisi 3 Obat Baru Tersebut
Tak setuju dengan alasan Faldo Maldini tersebut, Sulfikar Amir lantas mengatakan lebih baik jujur terkait alasan sebenarnya mural berwajah Jokowi dipermasalahkan.
“Sebenarnya bilang terus terang aja kyk gini: ‘mural yg menjelekkan presiden jokowi itu salah dan dilarang’ gapapa toh…..jadi masy tahu apa yg sebenarnya dilarang,” ujarnya melalui akun Twitter pribadinya @sociotalker.
Menurut Sulfikar Amir, Pemerintahan Jokowi perlu diberikan pemahaman lebih soal seni jalanan.
“Btw, rejim ini emang perlu dikasi pemahaman yg lebih dalam soal street art. justru semakin ditekan dan dipersempit geraknya, street art bakal semakin ‘liar’ dan meluas pergerakannya,” katanya.
Sulfikar Amir pun memberikan saran kepada Faldo Maldini agar menyampaikan ke atasannya untuk merangkul seni jalanan sebagai bagian dari demokrasi.
Baca Juga: Mural Berisi Kritik Dihapus Aparat, Politisi PSI Beri Dukungan: Ini Tindakan yang Sewenang-wenang
“Saran saya bro @FaldoMaldini adalah untuk memberitahu bosnya untuk merangkul seni jalanan sebagai bagian dari kontrol demokratis kekuasaannya. Gak perlu pake dilarang2 dgn alasan hukum dsb krn cuma memperjelas kecenderungan otoriterianisme pakde,” ujarnya.***