PR DEPOK - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan saran kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk fokus menangani kasus dugaan korupsi bisnis tes PCR, ketimbang kasus dugaan korupsi Formula E.
"Mesti prioritaskan kasus seperti bisnis 'PCR', ada angka yang jelas serta aktor yang diduga terlihat jelas," kata Refly Harun, di Jakarta, pada Minggu, 14 November 2021.
Adapun Refly Harun meminta agar KPK tidak bertindak sebagai auditor dalam kasus Formula E. Lantaran, hal itu ialah wilayah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Baca Juga: Prabowo Tegur Fadli Zon Soal Sindiran 'Banjir Sintang' ke Jokowi, Ferdinand: Mestinya Diberi Sanksi
Menurut Refly, KPK lebih baik memprioritaskan untuk usut kasus yang sudah lebih jelas siapa aktor yang terlibat didalamnya dan dugaan kerugian terhadap negara.
"Ini kok terkesan KPK seperti sedang melakukan audit sebuah kegiatan, bukan melakukan investigasi kasus korupsi. Soal audit itu kan ranahnya BPK, dan setahu saya BPK sudah melakukan audit dan sudah ada hasilnya," kata Refly Harun.
Lebih lanjut, ia memahami bahwa KPK tentu menerima banyak laporan dari masyarakat terkait sejumlah kasus atau persoalan, terkait dugaan korupsi ataupun faktor lain.
Akan tetapi, Refly Harun menegaskan jangan sampai memunculkan anggapan publik soal Formula E.
"Jangan sampai memunculkan anggapan publik bahwa ini untuk mengincar Gubernur DKI. Saya tidak bisa membenarkan atau menyalahkan, namanya imajinasi publik, bisa muncul kapan dan apa saja," ucap Refly Harun.
Saran Refly Harun terhadap KPK ini turut ditanggapi oleh mantan politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean.
Menurutnya, seorang pakar hukum tak akan membeda-bedakan setiap perkara yang diduga terdapat unsur pidananya.
"Pakar hukum tak akan membeda-bedakan setiap perkara yang diduga ada undur pidananya," ujar Ferdinand Hutahaean, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Twitter @FerdinandHaean3.
Ferdinand menegaskan bahwa pernyataan Refly Harun tersebut bukan merupakan pernyataan dari pakar hukum.
Menurutnya, karena Refly tidak mampu membedakan mana bisnis, dan mana yang menghisap APBD dengan kebijakan.
Adapun Ferdinand mengungkapkan bahwa hal tersebut ialah pernyataan dari politisasi hukum.
"Pernyataan Refly ini bkn pernyataan pakar hukum krn tak mampu membedakan mana bisnis mana menghisap APBD lewat kebijakan. Ini pernyataan politisasi hukum," kata Ferdinand Hutahaean.
Baca Juga: Perjuangan Irfan Hakim jadi MC Pernikahan Ria Ricis, dari Mobil Mogok hingga Telat Sampai Acara
Adapun Refly sebelumnya menjelaskan bahwa politik sangat berkelindan dengan penegakan hukum, sehingga menurutnya berbahaya bagi proses demokrasi.
"Karena lawan politik itu bisa dihabisi dengan proses hukum. Kini KPK bisa mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). KPK bisa sewaktu-waktu menetapkan orang menjadi tersangka, dan kemudian di-SP3. Ini dugaan spekulasi yang saya tidak bisa benarkan dan salahkan, kita inginkan 2024 itu 'fair' pilpresnya," ucap Refly Harun.***