Mundurnya 2 Stafsus Jokowi, MPR: Contoh Bagi Pejabat yang Lakukan Penyalahgunaan Wewenang

26 April 2020, 14:40 WIB
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah /Abdu Faisal/Antara

PIKIRAN RAKYAT - Pandemi Virus Corona atau COVID-19 membuat rakyat benar-benar memantau kinerja Pemerintah mulai dari Presiden, Gubernur, bahkan hingga Staf Khusus (stafsus) Presiden Joko Widodo dengan gaji bulanan dua digit itu.

Beberapa hari kebelakang ramai diberitakan terkait mundurnya stafsus Belva Devara dan Andi Taufan, kemunduran kedua stafsus Jokowi ini dikaitkan dengan perusahaan masing-masing.

Diduga mereka bermain dengan konflik kepentingan di istana negara.

Baca Juga: Sinopsis The Grey, Perjuangan Pekerja Tambang Bertahan Hidup di Alaska Tayang Malam Ini

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengatakan bahwa kasus yang mendera dua mantan Staf Khusus Presiden, Belva Devara dan Andi Taufan Garuda Putra menjadi pelajaran agar semua penyelenggara negara maupun pejabat pemerintahan menghindari penyalahgunaan wewenang atau "abuse of power".

"Memang, kasus tersebut patut disesalkan karena mereka adalah tumpuan bangsa dan harapan generasi milenial. Tapi, di balik kasus yang menimpa dua orang mantan staf khusus presiden itu, ada pelajaran berharga yang dapat dipetik agar kami ambil hikmahnya untuk selalu menghindari penyalahgunaan wewenang," kata Basarah pada Minggu, 26 April 2020 seperti dikutip oleh pikiranrakyat-bekasi.com dari Antara.

Dia mengatakan pada dasarnya setiap pejabat pemerintahan wajib menaati Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Baca Juga: Agama Happy Science di Jepang Klaim Punya Obat Corona, Sang Pemimpin Mengaku Bertemu Yesus

Di sana disebutkan bahwa untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, dalam menggunakan wewenanh pejabat harus mengacu pada asas-asas umum pemerintahan yang baik dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Basarah berharap hukum administrasi pemerintahan dapat menjadi solusi dalam memberikan perlindungan hukum, baik bagi warga masyarakat maupun pejabat pemerintahan.

"Dengan demikian tidak akan terjadi 'abuse of power' seperti yang terjadi dalam kasus yang menimpa mantan staf khusus presiden itu," ujarnya.

Baca Juga: Kuartal Pertama 2020 Gratifikasi Capai Rp 11,9 Miliar, KPK: Mayoritas Uang dan Makanan

Menurut Basarah, abuse of power pada hakikatnya adalah penyalahgunaan kekuasaan, penyimpangan jabatan, pelanggaran hukum yang dilakukan pejabat formal dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan pribadi.

Dasar hukum yang dipakai adalah ketentuan pasal 17 ayat 1 dan 2 dan pasal 18 ayat dua dan tiga Undang-Undamh Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.

Di dalamnya disebutkan dengan jelas pada ayat satu bahwa badan dan atau pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang.

Baca Juga: Kabar Baik bagi Calon Pengantin, Kemenag Kembali Buka Layanan Akad Nikah di KUA

Ayat dua tentang larangan penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat satu, meliputi larangan melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan larangan bertindak sewenang-wenang.

Menurut Basarah, jika mengacu pada ketentuan hukum tersebut, maka tindakan stafsus Presiden Jokowi tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 17 ayat satu dan ayat dua, pasal 18 ayat dua dan tiga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014.

"Namun terlepas dari kekhilafan sosok Belva Devara dan Andi Taufan, mereka telah dengan jujur meminta maaf mengakui kesalahan mereka dan mengambil sikap mundur dari jabatan staf khusus," imbuh Basarah.

Baca Juga: Bantu Cegah Virus Corona, Alumni MAN 5 Bogor Inisiasi Gerakan 1AM

Menurutnya ini merupakan sikap yang patut diapresiasi dua anak muda tersebut bisa menjadi contoh bagi para pejabat yang melakukan 'abuse of power' harus rela mengundurkan diri.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler