PR DEPOK - Insiden yang terjadi di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, masih menjadi sorotan dan perbincangan publik terkait rencana penambangan batu andesit untuk proyek Bendungan Bener.
Namun lantaran ditolak warga Desa Wadas, rencana tersebut akhirnya menimbulkan kericuhan karena penambangan batu andesit untuk proyek Bendungan Bener, dinilai bakal merusak lingkungan desa.
Menanggapi polemik soal rencana penambangan batu andesit untuk proyek Bendungan Bener, mantan politisi Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Teddy Gusnaidi pun turut angkat bicara.
Dalam keterangannya, Teddy Gusnaidi menyebut jika masalah yang terjadi di Desa Wadas terkait rencana penambangan batu andesit untuk proyek Bendungan Bener, sangat sepele.
"Jika lahan di desa wadas ditambang, apakah air utk mengairi sawah tetap ada?" ujar Teddy Gusnaidi dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Twitter @TeddGus pada Sabtu, 12 Februari 2022.
Lebih lanjut, mantan kader PKPI pun memberi saran apabila pemerintah mau memberi garansi soal lahan yang rencananya bakal ditambang, maka masalah akan selesai dan tidak perlu didramatisir.
"Gak perlu di dramatisir. Tujuan yg mendramatisir, kalau bukan utk uang, ya utk politik, bukan untuk rakyat. @ganjarpranowo," pungkas Teddy Gusnaidi pada akhur cuitan.
Baca Juga: Aleix Espargaro Murka dengan Kondisi Sirkuit Mandalika, Ancam Tak Ingin Membalap di Indonesia
Diketahui bersama, Desa Wadas Kecamatan Purworejo mendaak viral lantaran 'digeruduk' pasukan TNI dan Polri beberapa waktu lalu, terkait rencana penambangan batu andesit untuk proyek Bendungan Bener.
Terkait hal ini, anggota Komisi III DPR RI, Taufik Basar beberapa waktu lalu pun melakukan kunjungan kerja ke Desa Wadas dan menemukan sejumlah fakta.
Adapun fakta tersebut di antaranya soal tersumbatnya ruang dialog dan adanya tindak kekerasan dari aparat.
Taufik Basar melihat bahwa sebenarnya seluruh masyarakat Desa Wadas ini menjadi korban akibat tersumbatnya ruang dialog ketika mereka dihadapkan pada dua pilihan, yakni bersedia atau tidak bersedia tanahnya untuk dijadikan tambang batu.
Situasi tersebut semakin diperparah dengan peristiwa 'penggerudukan' pada 8 Februari kemarin, sehingga di antara masyarakat juga terbangun stigma masing-masing.***