Menggugat Kebijakan HET Beras, Perspektif Ombudsman RI dalam Stabilisasi Pasokan Beras

19 September 2023, 15:46 WIB
Ombudsman mengeluarkan pernyataan tegas dan menyoroti ketidakefektifan Kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras.* /Foto/Udi/KC/

PR DEPOK - Ombudsman Republik Indonesia (RI) mengeluarkan pernyataan tegas yang menyoroti ketidakefektifan Kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras dalam menjaga stabilitas harga beras di pasar nasional.

 

Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika, mengusulkan kepada Badan Pangan Nasional (Bapanas) agar mencabut sementara kebijakan HET beras dan sebaliknya, mendorong pemerintah untuk menerapkan HET pada tingkat penggilingan padi untuk mengendalikan harga gabah.

Menurut Ombudsman RI, salah satu akar permasalahan meningkatnya harga beras adalah ketersediaan pasokan beras yang terganggu, sebagian besar karena kenaikan harga gabah.

Oleh karena itu, Ombudsman menganggap bahwa kebijakan HET gabah pada tingkat penggilingan padi dapat menjadi langkah yang lebih efektif dalam mengatasi masalah ini.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Aries, Taurus, dan Gemini Besok, 20 September 2023: Cinta Sejati akan Datang

"Ombudsman mengusulkan Badan Pangan Nasional agar sementara ini mencabut kebijakan HET beras, guna optimalisasi penyediaan pasokan beras di pasar.

"Selanjutnya dilakukan evaluasi dan monitoring secara berkala terhadap efektivitas pencabutan kebijakan HET beras ini," ujar Yeka dalam Konferensi Pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Ombudsman.

 

HET gabah ini, menurut Yeka, harus dievaluasi setiap minggu untuk memastikan bahwa harga gabah tetap terkendali. Namun, apabila harga gabah telah stabil, maka penerapan HET gabah bisa dipertimbangkan untuk dihapus. Penting juga untuk mencermati komponen produksi di tingkat petani dalam merumuskan kebijakan HET gabah ini.

Menurut data yang disampaikan oleh Yeka, saat ini harga gabah berkisar antara Rp 6.500 hingga Rp 7.300 per kilogram. Jika kenaikan harga gabah terus berlanjut tanpa kendali, maka pengawasan HET gabah di tingkat penggilingan padi dianggap sebagai cara yang lebih efektif daripada mengawasi HET beras di pasar.

Baca Juga: Resmi Dibuka! Berikut Syarat dan Cara Daftar BPMS 2023, Dapatkan Bantuan hingga Rp10 Juta

"Apabila dalam mitigasi yang dilakukan pemerintah ada indikasi harga gabah akan terus naik tak terkendali, Ombudsman mengusulkan segera dibuat HET gabah di tingkat penggilingan padi. Sehingga harga gabah bisa lebih dikendalikan," ucap Yeka.

Yeka juga mencatat bahwa harga beras premium saat ini sudah melebihi HET, dengan harga mencapai Rp 14.270 berdasarkan data Bapanas. Demikian juga dengan harga beras medium yang mencapai Rp 12.620. Dengan demikian, HET beras dianggap kurang efektif dalam meredam kenaikan harga beras di pasar.

 

Selain mengenai HET gabah, Ombudsman juga mengusulkan kebijakan pembatasan peredaran gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) lintas provinsi untuk mengukur stok gabah di berbagai wilayah.

Yeka juga menyarankan agar Kementerian Pertanian mengatur kerja sama antara penggilingan kecil dan besar dalam penyerapan dan penggilingan padi dari petani.

Baca Juga: Viral! Kisah Warga Bunuh Diri Diduga karena Teror DC AdaKami, Tinggalkan Anak Usia 3 Tahun

Di samping itu, Ombudsman memberikan saran kepada Perum Bulog untuk mempercepat impor beras dari berbagai negara demi menjaga pasokan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Dalam hal ini, tata kelola impor harus tetap berpegang pada peraturan yang berlaku serta mengutamakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).

Mengenai operasi pasar atau Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), Ombudsman menyarankan agar operasi ini dilakukan langsung kepada masyarakat konsumen agar lebih tepat sasaran dan mempersingkat waktu beras murah sampai kepada masyarakat.

 

Ombudsman juga mengingatkan pemerintah dan aparat penegak hukum untuk selalu mengedepankan asas "Ultimum Remidium" dalam pengawasan Tata Niaga Beras. Dikhawatirkan bahwa penegakan hukum melalui pidana dapat membuat pasokan beras semakin langka di pasar.

Oleh karena itu, Ombudsman mengingatkan bahwa kebijakan HET beras tidak boleh menjadi alat yang merugikan dan menimbulkan ketidakpastian di pasar, termasuk pembelian beras oleh supermarket atau minimarket yang bisa menyebabkan panic buying.

Baca Juga: Update Polusi Jakarta: Kemarin Cuaca Cerah Berawan, Sekarang Masuk Lagi ke Posisi Satu Dunia

Untuk mencapai kebijakan jangka panjang, Ombudsman RI juga mengusulkan beberapa langkah, termasuk pengembangan lahan pertanian, perbaikan sistem pengairan irigasi, pengembangan teknik pertanian yang lebih efisien, perbaikan mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi, pendampingan dan penyuluhan kepada petani, serta pengembangan infrastruktur teknologi pasca panen yang modern.

"Kebijakan HET beras jangan dijadikan momok untuk menjerat yang akhirnya malah menyebabkan suplai beras menjadi tidak lancar. Jangan sampai supermarket atau minimarket melakukan pembatasan pembelian beras karena akan menyebabkan panic buying," jelas Yeka.

 

Dengan usulan-usulan ini, Ombudsman RI berharap dapat membantu pemerintah dalam menjaga stabilitas pasokan beras dan harga beras di Indonesia, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaatnya melalui harga beras yang lebih terjangkau dan stabil.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Tags

Terkini

Terpopuler