Tradisi Jelang Bulan Suci Ramadan Khas Tanah Jawa: Meriah dan Bermakna

16 Februari 2024, 15:55 WIB
Berikut ini adalah beberapa tradisi jelang bulan suci Ramadan yang dilakukan oleh umat muslim di Tanah Jawa. * /Kabar-Priangan.com/Istimewa

PR DEPOK - Bulan Suci Ramadan tahun 2024 atau 1445 H tinggal menghitung hari. Bulan ini merupakan bulan penuh berkah yang selalu ditunggu-tunggu oleh umat Muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Selama satu bulan penuh, umat Muslim akan menjalankan ibadah wajib puasa Ramadan.

Momentum jelang bulan suci Ramadan di Indonesia juga kerap disambut meriah dengan berbagai tradisi khas daerah yang merupakan bentuk akulturasi budaya. Tradisi ini lahir dari bentuk rasa syukur dan rasa sukacita menyambut bulan suci yang penuh berkah.

Berikut ini adalah beberapa tradisi jelang Bulan Suci Ramadan yang dilakukan oleh umat muslim di Tanah Jawa. Tak sekadar meriah, tetapi juga bermakna.

Tradisi Dandangan, Jawa Tengah

Baca Juga: Resep membuat Semur Ayam Kentang, untuk Menu Buka Puasa Hari Pertama

Tradisi ini merupakan tradisi penentuan tanggal 1 Ramadan yang telah ada sejak abad ke-16. Tradisi Dandangan populer di wilayah Kudus karena merupakan peninggalan Syech Jafar Shodiq yang saat itu adalah pemimpin agama tertinggi di wilayah Kudus. Beliau adalah sosok yang disegani karena memguasai ilmu Fikih dan Falaq sehingga sangat mengerti perihal sistem penanggalan Islam.

Tradisi Dandangan atau disebut juga tradisi 1 Ramadan ditandai dengan menabuh bedug di Menara Masjid yang berbunyi dang… dang… Bunyi khas tabuhan bedug tersebut kemudian menjadi asal usul penamaan tradisi ini.

Jika dulu tradisi Dandangan adalah tradisi berkumpulnya para santri di depan Masjid Menara Kudus untuk menunggu pengumuman 1 Ramadan dari Sunan Kudus, seiring berjalannya waktu, tradisi Dandangan berkembang menjadi momentum yang digunakan para pedagang untuk berjualan di sekitar masjid.

Oleh karena itu, tradisi Dandangan juga identik sebagai momentum pasar rakyat. Antusiasme masyarakat Kudus dalam melaksanakan tradisi Dandangan membuat tradisi ini menjadi salah satu warisan budaya.

Baca Juga: 4 Rekomendasi Kafe dan Resto Hype di Kuningan yang Cocok untuk Bukber

Tak sekadar kemeriahan dan sukacita, tradisi Dandangan juga memiliki sejumlah makna, yaitu kerukunan, rasa syukur mengawali bulan suci Ramadan, semangat yang baru, dan bangkitnya perekonomian di kelas menengah ke bawah.

Tradisi Dugderan, Jawa Tengah

Serupa dengan tradisi Dandangan di Kudus, Semarang juga memiliki tradisi khasnya sendiri, yakni Dugdgeran. Dugderan merupakan kegiatan ditabuhnya bedug yang disusul dentuman meriam sebagai tanda jatuhnya tanggal 1 Ramadan.

Adapun ketentuannya adalah menabuh bedug sehingga berbunyi dug sebanyak 17 kali dan membunyikan meriam hingga terdengar bunyi der sebanyak tujuh kali. Perpaduan bunyi tersebut menjadi asal usul tradisi ini dinamakan Dugderan.

Baca Juga: Apakah BLT Mitigasi Risiko Pangan Sudah SP2D di SIKS-NG?

Masyarakat biasa melangsungkan tradisi ini dengan menyalakan petasan serta kembang api. Selain itu, ada pula penampilan maskot yang dikenal dengan “Warak Ngendog”.

Warak Ngendog adalah sejenis pinata berukuran besar. Warak memiliki arti representasi kambing berkepala naga yang dibuat dari kertas warna-warni. Kemudian, warak ini juga disisipi telur rebus yang melambangkan seolah warak sedang ngendog atau bertelur.

Selain penampilan Warak Ngendog, tradisi Dugderan biasanya juga disemarakkan dengan pasar malam yang menyajikan aneka barang kebutuhan rumah tangga. Kegiatan ini juga membuat Dugderan semakin kuat dengan makna rasa syukur dan sukacita di kalangan masyarakat.

Tradisi Mungguhan, Jawa Barat

Baca Juga: Rekomendasi 5 Bakso Beranak yang Ada di Depok, Kuahnya Gurih Pol!

Jika Jawa Tengah identik dengan pasar rakyat sebagai tradisi jelang bulan suci Ramadan, tradisi yang sedikit berbeda dirayakan oleh masyarakat muslim di tanah Sunda, Provinsi Jawa Barat.

Dikenal dengan istilah Mungguhan (beberapa juga menyebutnya Munggahan), tradisi ini merupakan acara berkumpul antar anggota keluarga untuk saling memaafkan jelang bulan suci Ramadan. Seiring waktu, tradisi Mungguhan juga dilengkapi dengan kegiatan makan siang bersama beberapa hari menjelang jatuhnya tanggal 1 Ramadan.

Tradisi Mungguhan yang telah diwarisi secara turun temurun oleh suku Sunda memiliki makna saling menghormati, saling menjaga keharmonisan, dan pengingat untuk senantiasa bersikap rendah hati pada sesama.

Tradisi Megengan, Jawa Timur

Baca Juga: Bermodalkan Tangan dan Mesin Jahit Sederhana, Wanita Jepang Ini Menjual Tas Mewah Tiruan

Di Jawa Timur khususnya Surabaya, sebuah tradisi unik jelang bulan suci Ramadan telah dilakukan secara turun temurun. Dalam tradisi Megengan, masyarakat melakukan kegiatan silaturahmi untuk saling memaafkan yang dilanjutkan dengan doa bersama kepada kerabat dan sanak saudara yang telah meninggal.

Makna dari kegiatan tersebut adalah mempersiapkan diri agar menyambut bulan suci Ramadan dengan hati yang bersih. Selain itu, juga untuk memperkuat rasa harmonis dan melestarikan budaya gotong royong.

Tak hanya itu, dalam melaksanakan tradisi Megengan, masyarakat umumnya juga memadati daerah sekitar alun-alun karena banyaknya penjual makanan khas Jawa Timur berkumpul di sana, mulai dari lontong lodeh, setup pisang, pecel bakwan, sate keong, dan masih banyak lagi.

Mereka datang berbondong-bondong untuk makan bersama untuk menyambut bulan suci Ramadan dengan penuh sukacita sekaligus turut melestarikan kuliner-kuliner khas daerahnya.

Baca Juga: Aldi Taher Buatkan Lagu Berjudul Mayor Teddy, Netizen: Keren

Demikian adalah tradisi jelang bulan Ramadan khas tanah Jawa. Tidak hanya sekadar meriah, tetapi juga sarat akan makna bulan Ramadan sebagai bulan suci yang penuh keberkahan.*** (Sarah Annisa Fadhila)

Editor: Tyas Siti Gantina

Tags

Terkini

Terpopuler