Gempa Megathrust: Penyebab hingga Himbauan dari Ahli BMKG

17 Maret 2024, 21:45 WIB
Kepaala BMKG Daryono meminta masyarakat memahmi fenomena gempa meghathrust dan tidak menyalahartikan.* /

PR DEPOK - Dr. Daryono, S.Si., M.Si, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menyoroti kurangnya pemahaman masyarakat tentang Gempa Megathrust.

Dalam wawancaranya, Dr. Daryono menyampaikan bahwa meskipun gempa megathrust menjadi topik pembicaraan utama belakangan ini, pemahaman yang tepat tentang fenomena ini masih kurang.

Gempa megathrust sering disalahartikan sebagai peristiwa baru yang akan terjadi dalam waktu dekat dengan kekuatan sangat besar dan potensi tsunami yang mengerikan.

Namun, Dr. Daryono menjelaskan bahwa istilah ini sebenarnya merujuk pada sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal, khususnya di jalur subduksi lempeng.

Baca Juga: Jakarta Lebaran Fair 2024 Segera Dibuka! Ada Musisi Siapa Aja? Simak Lineupnya di Sini!

Saat terjadi gempa megathrust, bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra akan terangkat, yang kemudian dapat memicu gempa bumi.

Ia menegaskan bahwa zona megathrust bukanlah sesuatu yang baru, terutama di Indonesia. Zona ini telah ada sejak jutaan tahun yang lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.

Zona megathrust terletak di zona subduksi yang aktif di berbagai wilayah Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, Sumba, Banda, Maluku, Sulawesi, Filipina, dan Papua.

Meskipun aktivitas gempa di zona megathrust seringkali dikaitkan dengan gempa besar, Dr. Daryono menekankan bahwa tidak semua gempa di zona ini memiliki kekuatan besar.

Baca Juga: 5 Rumah Makan Rekomendasi di Bekasi yang Selalu Ramai, Segera Reservasi Tempat Sebelum Penuh!

Zona megathrust dapat menghasilkan gempa dengan berbagai magnitudo dan kedalaman. Menurut data BMKG, lebih sering terjadi "gempa kecil" di zona megathrust, meskipun potensi untuk gempa besar tetap ada.

Menyoroti potensi gempa megathrust di selatan Jawa, Dr. Daryono menjelaskan bahwa terdapat tiga segmen megathrust di Samudra Hindia bagian selatan Jawa, masing-masing dengan potensi magnitudo M8,7.

Namun, dia menegaskan bahwa magnitudo gempa yang disampaikan adalah potensi skenario terburuk dan bukan prediksi yang pasti.

Dalam menghadapi ketidakpastian kapan gempa terjadi, Dr. Daryono mengajak semua pihak untuk melakukan upaya mitigasi.

Baca Juga: 6 Tempat Makan Mie Ayam di Tangerang, Ada yang Pakai Yamin, lho!

Ia mengingatkan bahwa zona megathrust di selatan Jawa telah beberapa kali mengalami aktivitas gempa besar dan dahsyat dalam sejarah, dengan magnitudo antara 7,0 hingga lebih dari 8,0. Namun, belum ada catatan mengenai gempa dengan kekuatan lebih dari 9,0 di wilayah tersebut.

Pada tahun 2017, Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia mencatat adanya tiga segmen megathrust di Samudra Hindia bagian selatan Jawa, yakni Segmen Jawa Timur, Segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan Segmen Banten-Selat Sunda.

Ketiga segmen ini memiliki magnitudo tertarget sebesar M8,7. Namun, melalui skenario model, diperkirakan bahwa jika dua segmen megathrust tersebut bergerak secara bersamaan, magnitudo gempa yang terjadi bisa jauh lebih besar dari 8,7.

Penyampaian magnitudo gempa tersebut mencerminkan potensi skenario terburuk (worst case) dan bukanlah prediksi yang akan terjadi dalam waktu dekat. Oleh karena itu, tidak ada yang dapat memastikan kapan gempa akan terjadi. Dalam menghadapi ketidakpastian tersebut, upaya mitigasi harus dilakukan oleh semua pihak.

Baca Juga: KLJ Maret 2024 Cair Rp600.000, Berikut Syarat Penerima Kartu Lansia Jakarta, Anda Masuk?

Data monitoring dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa zona megathrust di selatan Jawa memang sangat aktif, seperti yang tercermin dalam peta aktivitas kegempaannya (seismisitas). Sejak tahun 1700, zona megathrust di selatan Jawa sudah beberapa kali mengalami aktivitas gempa besar dan dahsyat.

Gempa-gempa besar dengan magnitudo antara 7,0 hingga 7,9 telah terjadi sebanyak delapan kali sejak tahun 1700. Beberapa di antaranya adalah pada tahun 1903 (M7,9), 1921 (M7,5), 1937 (M7,2), 1981 (M7,0), 1994 (M7,6), 2006 (M7,8), dan 2009 (M7,3).

Sementara itu, gempa-gempa dahsyat dengan magnitudo 8,0 atau lebih besar tercatat telah terjadi sebanyak tiga kali, yaitu pada tahun 1780 (M8,5), 1859 (M8,5), dan 1943 (M8,1). Namun, untuk gempa dengan kekuatan 9,0 atau lebih besar di selatan Jawa, belum ada catatan dalam katalog sejarah gempa yang terjadi.

Melalui pemantauan dan analisis yang terus-menerus, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang potensi bahaya gempa di zona megathrust selatan Jawa serta memperkuat upaya mitigasi dan persiapan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya gempa besar di masa depan.

Baca Juga: Lirik Lagu Better Judgement - Wendy Red Velvet: 'Cause I Really Wanted You...

Dengan demikian, langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan dapat dilakukan secara lebih efektif dan tepat waktu.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Tags

Terkini

Terpopuler